Lihat ke Halaman Asli

YASIR

MAHASISWA

saat rapor dibagikan, apakah karakter anak ikut dinilai?

Diperbarui: 21 Desember 2024   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar dari: chat gpt.com (AI) ilustrasi yang menggambarkan siswa sedang memegang rapor

Saat ini, semester pertama tahun ajaran telah usai. Rapor siswa telah dibagikan, dan orang tua mulai menilai sejauh mana pencapaian anak-anak mereka selama enam bulan terakhir. Namun, dalam perenungan ini, muncul pertanyaan yang lebih besar: apakah nilai di atas kertas sudah cukup untuk mencerminkan kualitas pendidikan seorang anak? Atau, lebih jauh lagi, apakah sekolah benar-benar memberikan pendidikan yang bermakna?

Pendidikan di Indonesia sering kali terjebak dalam rutinitas administratif. Anak-anak diajarkan untuk menyelesaikan tugas demi tugas, mengejar nilai, dan memastikan kenaikan kelas. Tetapi bagaimana dengan pembentukan karakter? Apakah sistem pendidikan kita benar-benar membantu siswa menjadi individu yang berpikir kritis, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan kehidupan?

Masalah dalam Sistem Pendidikan Saat Ini

  1. Pernyataan Guru yang Tidak Memotivasi

Saat saya sekolah, saya mendengar pernyataan dari seorang guru yang, menurut saya, sangat aneh dan kurang memotivasi. Guru tersebut mengatakan, "Kamu boleh saja malas-malasan selama tiga tahun, tapi yang penting sikapmu baik, tugasmu selesai, dan kamu pasti naik kelas kok. Nggak perlu pintar, asal tetap ikuti aturan." Pernyataan ini seakan-akan mengesampingkan pentingnya belajar untuk berkembang, bukan sekadar memenuhi standar minimum.

Pesan seperti ini dapat memberikan kesan bahwa sekolah hanya peduli pada tugas yang selesai, bukan pada proses belajar itu sendiri. Bagaimana siswa bisa termotivasi untuk belajar jika guru sendiri tidak menekankan pentingnya usaha, rasa ingin tahu, dan keinginan untuk berkembang?

  1. Fokus Berlebihan pada Nilai Akademik

Sistem pendidikan kita terlalu menitikberatkan pada hasil akademik. Anak-anak dinilai berdasarkan angka, bukan proses. Padahal, kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan empati jauh lebih penting untuk kesuksesan di dunia nyata. Akibatnya, banyak siswa yang kehilangan semangat belajar karena merasa sistem hanya menghargai mereka yang "pintar" di atas kertas.

  1. Minimnya Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sering kali hanya menjadi formalitas dalam mata pelajaran tertentu. Padahal, pembentukan karakter harus diintegrasikan ke dalam setiap aspek pembelajaran. Misalnya, mengajarkan tanggung jawab melalui proyek kelompok atau membangun empati dengan diskusi isu sosial. Sayangnya, hal-hal seperti ini jarang menjadi prioritas.

Peran Penting Orang Tua dalam Pendidikan

Ketika sekolah gagal memberikan pendidikan yang seimbang, orang tua harus mengambil peran lebih besar. Pembentukan karakter dan kemampuan berpikir kritis harus dimulai di rumah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua antara lain:

  • Diskusi tentang Isi Rapor: Gunakan momen pembagian rapor untuk berdiskusi dengan anak tentang proses belajar mereka, bukan hanya hasil. Tanyakan apa yang mereka pelajari, apa yang mereka sukai, dan apa yang mereka anggap sulit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline