Lihat ke Halaman Asli

YASIR

MAHASISWA

fenomena pemikiran dogmatis dan fanatisme: mengapa perbedaan pandangan ditolak?

Diperbarui: 6 Oktober 2024   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Chat.openai.com

Pendahuluan 

Dalam dunia yang semakin global dan terhubung, pertukaran ide, budaya, dan keyakinan menjadi lebih lazim. Namun, tidak sedikit orang yang masih bersikap tertutup terhadap pandangan yang berbeda dengan keyakinan atau budaya mereka. Ketika menghadapi perbedaan, mereka cenderung bereaksi negatif, menolak mentah-mentah, atau bahkan mengeneralisasi bahwa kelompok atau budaya lain sesat. Artikel ini akan membahas bagaimana dan mengapa pola pikir dogmatis, fanatik, dan etnosentris berkembang, serta dampaknya terhadap individu dan masyarakat.

Apa Itu Pemikiran Dogmatis?

Pemikiran dogmatis adalah sikap yang sangat kaku dalam mempertahankan suatu keyakinan atau pandangan, tanpa mempertimbangkan pandangan lain atau bukti yang mungkin bertentangan. Orang yang berpikir secara dogmatis percaya bahwa apa yang mereka yakini adalah kebenaran absolut dan tidak ada ruang untuk perdebatan atau diskusi.

Contohnya, dalam konteks agama, orang yang dogmatis mungkin merasa bahwa agamanya adalah satu-satunya jalan kebenaran, sementara semua keyakinan lain salah atau sesat. Hal ini membuat mereka menolak segala bentuk diskusi atau dialog antaragama, serta melihat pandangan yang berbeda sebagai ancaman terhadap keyakinan mereka.

Fanatisme dan Etnosentrisme: Sikap yang Melahirkan Intoleransi

Fanatisme adalah bentuk ekstrim dari dogmatisme, di mana seseorang memiliki dedikasi berlebihan terhadap suatu agama, ideologi, atau pandangan politik. Fanatik cenderung tidak hanya menolak pandangan yang berbeda, tetapi juga berusaha untuk memberantas atau melawan pandangan tersebut dengan keras. Sikap ini sering kali berujung pada konflik, baik di dalam masyarakat maupun di antara kelompok-kelompok yang berbeda.

Etnosentrisme, di sisi lain, adalah sikap di mana seseorang melihat budayanya sebagai yang terbaik dan memandang rendah budaya lain. Ini sering kali terjadi di lingkungan yang homogen, di mana orang tidak terbiasa berinteraksi dengan perbedaan budaya atau agama. Ketika dihadapkan dengan budaya asing, mereka cenderung menilai budaya tersebut dengan standar mereka sendiri dan menganggapnya lebih rendah atau bahkan sesat.

Contohnya, seseorang yang tumbuh dalam masyarakat yang sangat konservatif mungkin melihat budaya Barat sebagai ancaman, hanya karena nilai-nilai yang dianut Barat (seperti sekularisme atau kebebasan berekspresi) berbeda dengan nilai-nilai mereka. Ketika tokoh dari budaya Barat mengungkapkan pandangan seperti atheisme, mereka bisa langsung mengeneralisasi bahwa seluruh budaya Barat tersesat.

Mengapa Pemikiran Ini Berkembang?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline