Dalam kehidupan beragama, ada kecenderungan yang mengkhawatirkan di mana akal sehat seringkali diabaikan demi mengikuti doktrin agama yang dianggap "sakral" dan "tidak bisa dipertanyakan." Banyak umat yang terjebak dalam pola pikir bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan agama tidak perlu diperdebatkan atau dipikirkan ulang, seolah-olah mempertanyakan atau mengkaji adalah tanda lemahnya iman. Akibatnya, kita melihat banyak orang terperangkap dalam pemikiran yang kaku, tanpa menyadari bahwa agama juga mengajarkan penggunaan akal sehat dan kebijaksanaan dalam menghadapi perubahan zaman.
Pemikiran Agama yang Kaku: Kapan Menjadi Masalah?
Ada banyak ajaran agama yang pada dasarnya sangat mulia, mengarahkan manusia untuk berbuat baik, jujur, dan adil. Namun, ketika ajaran ini diterapkan secara kaku tanpa mempertimbangkan konteks zaman atau keadaan, hal itu bisa menyebabkan kesulitan dan bahkan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Misalnya, ada ajaran tentang pentingnya bersikap adil dalam jual-beli, sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an, “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil...” (Al-An'am: 152). Pada masa lalu, perintah ini sangat masuk akal, karena perdagangan sering melibatkan penimbangan barang fisik seperti biji-bijian, daging, atau bahan pokok lainnya. Namun, ketika masyarakat sekarang beralih ke perdagangan digital, di mana barang yang dijual seringkali hanya terlihat melalui gambar, konsep keadilan dalam jual-beli harus diinterpretasikan ulang.
Sayangnya, banyak orang masih menganggap bahwa aturan ini hanya berlaku pada konteks lama, dan tidak perlu diterapkan pada zaman modern. Penjual online, misalnya, mungkin tidak merasa bersalah menampilkan gambar produk yang berbeda dari kenyataan, karena tidak melihat relevansi antara ajaran agama dengan teknologi modern. Di sinilah letak bahaya pemikiran agama yang kaku: mengabaikan esensi dari ajaran yang sebenarnya untuk kepentingan umum, demi mengikuti aturan secara literal.
Kapan Akal Sehat Dikesampingkan?
Pengabaian akal sehat dalam menjalankan agama sering terjadi ketika seseorang merasa bahwa semua perintah agama harus dipatuhi tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh sederhana bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari:
1. Mengabaikan Kesehatan Demi Puasa
Banyak umat Muslim yang merasa harus berpuasa meski kondisi fisiknya tidak memungkinkan, karena merasa takut melanggar perintah agama. Padahal, agama mengajarkan bahwa jika seseorang sedang sakit atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan, mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di lain waktu. Mengesampingkan akal sehat dalam hal ini justru membahayakan kesehatan, yang sebenarnya bertentangan dengan tujuan agama itu sendiri, yaitu menjaga kemaslahatan umat.
2. Menolak Bantuan Medis dengan Dalih Takdir
Beberapa orang menolak pengobatan modern dengan alasan bahwa "ini sudah takdir" atau "cukup berdoa saja." Sementara doa memang penting, Islam juga mengajarkan umatnya untuk berikhtiar dan mencari pengobatan jika sakit. Menolak perawatan medis dengan dalih iman yang kaku justru bisa membahayakan diri dan bertentangan dengan prinsip menjaga kehidupan yang diajarkan agama.
3. Menganggap Pekerjaan Duniawi Tidak Penting
Ada pemikiran bahwa pekerjaan duniawi, seperti mencari nafkah, belajar ilmu pengetahuan, atau berinovasi, kurang penting dibandingkan dengan menjalankan ritual ibadah. Padahal, Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam Al-Qur’an, umat Islam diingatkan agar tidak melupakan bagian mereka di dunia, tetapi banyak yang mengesampingkan ini demi fokus hanya pada ritual.
Implikasi dari Pengabaian Akal Sehat