Syariah dalam Islam pada dasarnya diciptakan untuk membawa kemaslahatan bagi umat manusia. Setiap ajaran dan hukum yang diturunkan melalui Al-Qur'an dan Hadis memiliki tujuan utama, yaitu memberikan kesejahteraan dan kedamaian kepada umat manusia. Di balik semua peraturan, terdapat konsep maqasid al-shariah, yang berarti bahwa setiap hukum harus mempertimbangkan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama.
Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 185, bahwa Allah tidak menghendaki kesulitan bagi umat-Nya, melainkan kemudahan. Ini menunjukkan bahwa hukum-hukum syariah seharusnya fleksibel dan dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman, tanpa mengorbankan esensi kebaikannya.
Namun, dalam perjalanan waktu, banyak orang yang memahami syariah secara tekstual dan kaku, tanpa melihat konteks di mana hukum tersebut diturunkan. Misalnya, beberapa aturan waris yang memberikan bagian lebih besar kepada laki-laki berdasarkan tanggung jawab mereka dalam menafkahi keluarga. Meskipun di masa lalu aturan ini sangat relevan, di era modern banyak perempuan juga menjadi penopang ekonomi keluarga.
Dalam kondisi seperti ini, pembagian waris mungkin perlu disesuaikan melalui musyawarah agar tercipta keadilan dan kemaslahatan bagi semua pihak. Penyesuaian seperti ini sejalan dengan prinsip syariah yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan bagi umat, bukan sekadar kepatuhan lahiriah.
Pendekatan yang terlalu kaku terhadap teks agama bisa menimbulkan masalah, bahkan fitnah di masyarakat. Banyak ajaran yang jika diterapkan secara harfiah di era modern justru berpotensi membawa kerusakan, bukan kebaikan.
Misalnya, aturan iddah bagi perempuan setelah suaminya meninggal, yang bertujuan untuk memastikan tidak ada kehamilan. Di zaman sekarang, tes kehamilan sudah sangat akurat, sehingga penerapan aturan ini bisa disesuaikan agar tidak menambah beban bagi perempuan yang kesulitan hidup setelah ditinggal suaminya. Syariah yang relevan adalah syariah yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman sambil tetap menjaga tujuan-tujuan dasarnya.
Ijtihad, atau upaya menafsirkan hukum Islam sesuai dengan konteks zaman, merupakan solusi yang telah lama digunakan oleh para ulama untuk menjawab tantangan baru. Dengan ijtihad, syariah bisa terus relevan tanpa kehilangan esensi utamanya. Dalam kehidupan modern, tantangan seperti kemajuan teknologi, dinamika ekonomi, dan perubahan sosial menuntut penafsiran baru terhadap teks agama. Ijtihad memungkinkan umat Islam untuk tetap mengedepankan kemaslahatan bersama sambil mempertahankan prinsip-prinsip dasar syariah.
Kesimpulannya, syariah tidak dimaksudkan untuk diikuti secara kaku, tetapi harus selalu diarahkan pada tujuan utamanya, yaitu membawa kebaikan dan kemaslahatan bagi umat. Islam adalah agama yang penuh dengan kebijaksanaan dan fleksibilitas, yang dapat beradaptasi dengan perubahan zaman. Dengan pemahaman yang mendalam dan kritis terhadap teks agama, umat Islam dapat menjalankan ajaran syariah dengan cara yang relevan dan bermanfaat, sesuai dengan prinsip rahmatan lil 'alamin---rahmat bagi seluruh alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H