Umat Islam sangat dianjurkan untuk tolong menolong. Hal ini banyak dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Rasulullah Saw. Hakikatnya, siapa yang menolong berarti dia telah menolong dirinya sendiri. Siapa yang memberi, dialah yang kelak akan menerima. Begitulah Allah membalas setiap pemberian dengan penerimaan. Bahkan satu pemberian bisa dibalas dengan berkali-kali lipat penerimaan.
Terkait masalah pemberian dan penerimaan, atau yang sering kita bahasakan dengan tolong menolong, saya punya beberapa pengalaman menakjubkan tentang hal ini. Salah satu di antaranya adalah pengalaman saya menolong orang-orang dalam bidang pengetahuan. Dalam hal ini, aktivitas pendidikan yang saya laksanakan selaku guru.
Sebelumnya, saya akan sedikit bercerita dengan kondisi yang saya alami setelah menikah. Waktu itu, saya tidak punya pekerjaan. Boleh dibilang agak sulit mengarungi bahtera pernikahan yang membutuhkan banyak hal, termasuk materi. Saya juga banyak memulai usaha tapi tak berjalan maksimal dan akhirnya gagal. Yang membuat tambah rumit, saat itu, saya juga dalam kondisi sakit-sakitan. Akhirnya, tak banyak pilihan usaha yang bisa saya jalankan. Sempat hampir putus asa, tapi istri selalu menguatkan.
Singkat cerita, saya kemudian ditawari untuk mengajar di salah satu pesantren. Tak ada pembicaraan tentang bayaran atau upah yang akan diterima. Maklum, pesantren tersebut belum berkembang dan letaknya jauh di pelosok. Selain itu, yang namanya pesantren, kita mengedepankan pengabdian, bukan mencari keuntungan yang semata berorientasi duniawi.
Setelah berdiskusi dengan istri, saya menerima tawaran tersebut. Dan benar saja, awal saya mengajar di pesantren tak ada perubahan berarti dalam perbaikan ekonomi di keluarga kami. Tapi saya tetap mencoba untuk bersabar. Terus saja mengajar, bahkan lebih banyak waktu yang saya luangkan untuk memberi bimbingan kepada murid-muridku di luar jam pelajaran yang telah ditentukan. Saya mulai berprinsip bahwa yang saya lakukan bukanlah hal yang dimurkai Allah Swt. Ini adalah pengabdian yang sekaligus bisa menjadi ladang pahala. Pikirku waktu itu, bukankah ketika kita berada di jalan Allah, maka kita tak perlu khawatir? Adakah jalan yang lebih mulia dan selamat selain jalan Allah Swt?
Waktu terus berjalan. Saya masih tetap di pesantren. Saya pun mulai merasakan semakin hari semakin semangat. Kondisiku yang dulu sakit-sakitan perlahan sudah mulai tak terasa lagi. Yang ada adalah waktuku yang banyak terisi dengan kegiatan pembelajaran. Pintu rumah saya setiap saat terbuka untuk murid-muridku yang ingin belajar, walaupun di luar jam pelajaran formal. Saya bahkan membuka bimbingan bahasa, baca Qur'an, dan yang lainnya. Saya menjadi senang mengajar. Sungguh ada perasaan bahagia ketika berhasil membantu para santri dari ketidaktahuan mereka terhadap pelajaran, hingga menjadi paham.
Setiap hari, saya merasakan hidup kami dalam keluarga semakin tenang dan nyaman. Kami pun selalu berkecukupan. Alhamdulillah, kami bahkan tidak pernah berutang sedikit pun. Saya tidak tahu dari mana jalannya sehingga setiap kebutuhan kami selalu terpenuhi. Kami juga merasakan tak ada dorongan nafsu untuk berkeinginan membeli barang-barang yang tidak kami butuhkan. Dari semua keadaan ini, saya berkesimpulan bahwa ketika kita menolong orang lain maka Allah yang akan memberikan kita pertolongan dengan nilai berlipat.
Saya banyak belajar dari pengalaman ini. Saya pun semakin paham, kenapa kita diperintahkan untuk selalu memberikan yang terbaik kepada sesama. Sebab, apa yang kita berikan pada orang lain, hakikatnya itu adalah pemberian untuk diri kita sendiri. Ketika kita menolong orang lain dengan pertolongan terbaik, maka hakikatnya kita telah memberikan pertolongan terbaik untuk diri sendiri. Allah Swt menjelaskan tentang ini dalam firman-Nya,
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (QS. Ali 'Imran: 92)
Ya, kita tidak akan sampai pada kebajikan sempurna jika yang kita berikan bukanlah yang terbaik. Bukan apa yang kita cintai. Saya yakin, Allah memerintahkan demikian karena Dia-lah yang akan membalas setiap pemberian. Dia Maha Mengetahui, termasuk sejauh mana nilai pemberian kita kepada sesama. Pada hadis Rasulullah Saw juga dijelaskan,