Lihat ke Halaman Asli

Yasintus Ariman

Guru yang selalu ingin berbagi

Mengapa Prestasi UN Tingkat SMA di NTT Rendah?

Diperbarui: 18 Mei 2019   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengumuman hasil UN 2019 tingkat SMA/SMK sudah dilakukan. Saya mendapatkan informasi dari seorang kepala sekolah swasta yang berada di Waingapu, bahwa secara nasional NTT menempati urutan yang ke-32 dari 34 propinsi di Indonesia. Ini berarti prestasi anak-anak NTT tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 

Berdasarkan fakta di atas, pertanyaan usang yang selalu diungkapkan adalah mengapa prestasi UN anak-anak NTT selalu merosot? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya tidak mau terjebak dalam situasi yang selalu ingin melemparkan kesalahan kepada orang atau pihak lain yang bertanggungjawab. Saya hanya ingin mengungkapkan fakta yang memang terjadi.

Secara umum para siswa NTT bukanlah orang yang terbelakang dalam hal penyerapan informasi. Hal ini tidak terlepas dari berkembang pesatnya teknologi informasi saat ini. Mayoritas sekolah di NTT sudah melaksanakan UN berbasis komputer. Namun perkembangan teknologi informasi ini belum bisa mendongkrak prestasi. 

Memang ada hal positif yang patut diacungi jempol untuk para pelajar SMA di beberapa sekolah yang kebanyakan siswanya mendapat nilai-nilai yang yang bersaing secara nasional. Sebut saja SMA Seminari St Pius XII Kisol di Kabupeten Manggarai Timur,  SMA Seminari St Yohanes Berchmans Todabelu di Kabupaten Ngada dan beberapa sekolah swasta yang lain yang berkontribusi mengharumkan nama NTT secara nasional. Namun ini hanyalah sebagian kecil dari mayoritas pelajar di NTT. 

Ada satu fakta lain yang mengusik perhatian saya dan menurut saya hal itu layak untuk disoroti, yakni setelah dirilis daftar sekolah-sekolah tingkat SMA se-NTT yang masuk lima puluh besar untuk tingkat propinsi NTT, ditemukan kenyataan dimana sekolah swasta lebih dominan bila dibandingkan dengan sekolah negeri. Sekolah swasta sebanyak tiga pulu enam sekolah dan sisanya dari sekolah negeri. Dari lima puluh besar itu, bila dikerucutkan menjadi 10 besar, sekolah swasta tetap mendominasi bahkan tidak ada sekolah negeri yang masuk sepuluh besar.

Padahal jika dilihat secara cermat, sekolah negeri memiliki guru PNS yang umumnya sudah mendapat tunjangan sertifikasi guru. Bila dibandingkan dengan sekolah swasta yang dominan diajar oleh guru tenaga honorer yang sudah pasti umumnya belum bersertifikasi. 

Guru PNS dengan aneka tunjangannya yang menjanjikan kesejahteraan ternyata tidak berbanding lurus dengan prestasi yang mereka tunjukan. Sementara guru honorer yang harus jungkir balik menafkai keluarganya justru menunjukkan prestasi yang lebih baik. 

Hal ini bukanlah sebuah asumsi belaka tetapi sejujurnya memang demikian. Untuk saat ini, mencari kambing hitam atas merosotnya prestasi UN 2019 di NTT tentu bukanlah hal yang tepat. Tetapi baiklah berbagai pihak yang terlibat langsung untuk memajukan kualitas pendidikan di NTT, yakni pemerintah dan swasta, guru PNS dan Guru honorer agar berbenah diri. 

Pemerintah melalui Dinas Pendidikan agar memperhatikan kinerja kerja guru PNS yang sudah sejahtera secara ekonomi tetapi gagal berprestasi. NTT sebagai propinsi kepulauan mungkin akan lebih sulit mengawasi perilaku guru pada sekolah-sekolah yang ada di pedalaman. Ini harus dipikirkan dan dicarikan cara yang tepat untuk mengatasinya.

Sementara itu pihak swasta dalam hal ini yayasan yang mengelola sekolah swasta patut diapresiasi untuk saat ini. Mungkin alangkah baiknya kepala sekolah di sekolah negeri bisa belajar tentang manajemen kepemimpinan yang bisa menghasilkan guru dan siswa yang berprestasi. Pihak pemerintah dan swasta harus saling bersinergi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di NTT. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline