Masa remaja merupakan masa yang kritis dan rentan, dimana pada masa ini mengalami banyak perubahan dan perkembangan diberbagai aspek. Pada masa ini juga dikenal sebagai masa standardisasi diri karena anak berusaha mencari identitas diri dalam hal seksual, umur, dan jenis kegiatan. Salah satu hal penting dan sangat perlu untuk dipahami pada tahap remaja ialah perkembangan seksual (Sabariah, 2017). Ada beberapa perubahan akan muncul sebagai bentuk pengembangan diri remaja, diantaranya mengenal lawan jenis, jatuh cinta, mulai mencari jati diri, dan cenderung lebih fokus pada keinginan atau kemauan diri sendiri.
Korelasi Antara Psikologis dan Faktor Seks Bebas Pada remaja
Teori yang telah dikemukakan oleh Sigmun Freud (Miller, 2002) dalam buku Psychosexual Stage Theory atau Teori Tahap Psikoseksual. Masa remaja atau yang disebut the genital phase pada teori psikoseksual memiliki arti bahwa kesenangan seksual pada tahap ini berpusat pada alat genital dan keintiman seksual. Pada teori ini dikatakan bahwa adanya dorongan seksual, kebutuhan seksual yang harus terpenuhi, dan pengaruh emosional yang menjadi faktor utama seseorang melakukan dan menyalurkan aktivitas seksualnya, Selain itu perkembangan remaja juga ditandai dengan ketertarikan terhadap lawan jenis (Setiawan dan Nurhidayah, 2008). Ketertarikan untuk mengenal individu satu sama lain secara lebih jauh menjadi salah satu tahap awal individu untuk menjalin hubungan. Ketertarikan tersebut adalah hal yang wajar, namun jika melewati batas seperti melakukan seks pranikah sangat bertentangan dengan budaya bangsa.
Kegiatan seksual pranikah pada remaja merupakan perilaku menyimpang yang dilakukan secara sadar oleh kedua belah pihak. Kegiatan seksual sendiri terjadi karena adanya rangsangan baik dari diri sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Contoh faktor internal adalah pikiran dari diri sendiri terhadap hal-hal yang bersifat seksual, sedangkan faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan pertemanan, ajakan untuk melakukan seks bebas, informasi mengenai seksual yang salah, dan pengaruh akses video pornografi yang saat ini sudah banyak tersebar di berbagai media sosial.
Maraknya Seks bebas remaja
Berdasarkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2018 mengenai perilaku seksual berisiko pada remaja menyebutkan bahwa 22,6% remaja pernah melakukan hubungan seks, 62,7%, remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak perawan, 97% pernah menonton pornografi, 21,26% sudah pernah melakukan aborsi. Presentase paling tinggi terjadi pada umur 17 tahun, yaitu sebanyak 19%. Diantara remaja yang telah melakukan hubungan seksual dilaporkan 12% perempuan mengalami kehamilan tidak diinginkan (Nida, 2020).
Pengaruh Media Masa Mendukung Perilaku Seks Bebas
Di era global seperti sekarang ini, teknologi berkembang pesat. Teknologi membuat remaja dengan mudah dapat mengakses informasi baik meliputi media cetak, TV, internet dan media sosial. Kecanggihan teknologi mampu mengemas sedemikian rupa, sehingga aktivitas seks dianggap lumrah dan menyenangkan. Mulai dari berciuman, berpelukan, meraba organ vital dan berhubungan seks, semuanya tersedia dan dapat diakses dengan mudah dalam berbagai media informasi. Paparan informasi yang salah ini kemudian disalah gunakan sebagai dampak dari minimnya kontrol diri dan minimnya pemahaman informasi seks (Sari, 2020)
Berbagai Jenis Penyakit Menular Seksual Mengintai Perilaku Seks Bebas
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan penyakit yang dapat menular melalui hubungan seksual. Penyakit menular tersebut lebih berisiko jika melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral, maupun anal. Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) yaitu gonore, sifilis (raja singa), herpes genital, trikomoniasis vaginalis, chancroid, klamidia, dan kandiloma akuminata (genital warts/HPV) (Kusmiran, 2011).
HIV / AIDS Pengintai Menakutkan Pelaku Seks Bebas