Lihat ke Halaman Asli

Drama Penyanderaan Pemain Genoa oleh Ultras-nya Sendiri

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="460" caption="sumber: detik.com"][/caption]

Minggu, 23 April 2012 adalah hari yang indah bagi pasukan Guiseppe Sannino. Betapa tidak, di babak pertama mereka sudah unggul 4-0 atas Genoa di Luigi Ferraris, kandang Genoa. Namun, hari itu mungkin hari terburuk bagi Guiseppe Sculli dkk. Bukan hanya kalah, mereka juga harus menghadapi kemarahan ultras pendukung garis keras mereka sendiri.

Bagi anda yang pernah menonton The International Football Factories, pasti sudah faham betul bahwa salah satu hooligan "terbaik" ada di Italia. "....itu berarti kamu adalah ultras, yang tidak takut pada apapun dan siapapun", ucap Mimmo, salah satu pentolan Drughi, ultras dari Juventus di film dokumentar tersebut. Namun bukan hanya klub besar saja yang memiliki ultras garis keras. Semua klub memiliki ultrasnya sendiri. Dan Genoa, baru saja merasakan bagaimana bila ultras marah. Ultras Genoa menuntut para pemain menanggalkan jersey mereka karena dinilai tidak layak memakainya. Peristiwa terjadi pada menit ke-53 ketika kerumuman supporter menghentikan pertandingan dengan melemparkan kembang api dan memanjat ke terowongan pemain. Pertandingan sempat tertunda selama 40 menit, dan banyak kicauan di dunia maya yang saya baca menyebutkan bagaimana pihak klub, panitia, maupun polisi seperti tidak memiliki "daya" untuk menghadapi kemarahan ultras, mengindikasikan betapa kuatnya pengaruh ultras meskipun penonton yang termasuk kelompok ini bukanlah mayoritas. Drama "penyanderaan" oleh ultras atas para pemain Genoa berakhir setelah striker Genoa, Guiseppe Sculli bernegosiasi dengan pihak ultras. Dibantu pula oleh Frey, ia mencoba bernegosiasi langsung dengan suporter, tampak sabar menjelaskan kepada mereka, bahwa ia dan rekan-rekannya sudah berusaha mengeluarkan seluruh kemampuannya, mencoba bermain sebaik mungkin. Tapi ia kemudian menangis, terlalu tidak nyaman dengan "intimidasi" ultras. Sekedar informasi, Sculli diketahui belakangan adalah cucu seorang mafia, jadi tidak heran bila dia menjadi satu-satunya pemain yang menolak permintaan ultras. Kejadian ini sangat disesali oleh presiden Genoa, Enrico Preziosi. "Ini sangat memalukan. Ada 60-100 orang bertingkah seakan-akan mereka kebal huhum, dan melakukan apa saja yang mereka mau tanpa mau diperiksa. Kita tak punya kultur sport di sini, karena semua orang harus belajar menerima kekalahan," tuturnya, dilansir Football Italia. "Selama di sini aku sudah membuat banyak kesalahan. Tapi aku tidak bisa mendatangi Curva Nord di setiap laga untuk minta maaf secara pribadi. Faktanya, aku berharap kami dikenakan larangan bermain di kandang sendiri, supaya kami bisa main dalam atmosfer yang lebih tenang. Aku tidak bisa mendukung kelakuan seperti ini. Buat saya, mereka bukan fans sejati Genoa. Ini tidak benar." Preziosi, yang kemudian ikut bergabung bersama para pemainnya di lapangan, menyebut aksi para ultras itu sudah seperti menyandera mereka. Sebuah drama ini menjadi berita menyedihkan kedua dari tanah calcio setelah seminggu sebelumnya publik sepakbola Italia berduka akibat meninggalnya pemain Livorno Piermario Morosini. Hal ini juga menjadi sebuah pukulan bagi FIGC agar ke depannya mereka mampu mengelola holigan lebih baik seperti halnya FA di Inggris dan DFB di Jerman mampu mengontrol pendukungnya. #Salam Olahraga#




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline