Lihat ke Halaman Asli

Mitos Kopi dan Kematian

Diperbarui: 6 Juni 2018   19:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MITOS KOPI DAN KEMATIAN

By. Yarifai Mappeaty

Direktur eLEKTA Strategic

Masih ingat kasus kopi sianida dua tahun lebih silam? Yaitu, kasus secangkir kopi yang dituduh merenggut nyawa seorang Mirna Salihin, kemudian mengantarkan Jessica Wongso ke dalam penjara, setelah melalui proses peradilan yang begitu dramatis. Tulisan ini bukan untuk mengungkit kembali cerita itu, tetapi lebih pada kopi itu sendiri, yang ternyata memiliki sejarah panjang dalam hubungannya dengan kematian.

Tak ada yang meragukan kalau sejarah kopi berasal Afrika Timur. Lima abad sebelum Masehi, minum kopi sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Ethiopia, Somalia, Eritrea, Sudan, dan Jibouti.  Tradisi ini kemudian menyeberangi Laut Merah yang berbatasan Teluk Aden, menuju bagian Selatan Semenanjung Arabia, sekitar Yaman. Itu sebabnya, tradisi minum kopi tertua setelah Bangsa di Afrika Timur adalah Bangsa Arab Yaman.

Tradisi ini kemudian berkembang secara luas di kalangan Bangsa Arab pada masa imperium Umayyah. Bahkan tradisi ini merambah ke Afrika Utara hingga Maroko. Lalu menyeberang ke Eropa seiring penaklukan Hispania (Portugal, Spanyol, dan Andorra) oleh Thoriq Bin Ziyad pada awal abad kedelapan. Pada pertengahan abad kedelapan, tradisi minum kopi ini merambah ke timur hingga di Asia Tengah dan anak benua India di Asia Selatan pada masa imperium Abbasyiah.

Selain di Jazirah Arab, tradisi minum kopi juga berkembang jauh lebih pesat di masa imperium Ottoman. Bangsa Turki memperkenalkan tradisi ini di Istambul (Konstantinopel) pada tahun 1453. Bahkan kedai kopi pertama bernama Kiva Han berdiri pada tahun 1475. Hal ini menandai, betapa tradisi minum kopi ini telah hadir di pusat-pusat peradaban sejak ribuan tahun silam.

Lalu, sejak kapan kopi menyelinap masuk ke dalam lingkup istana, kemudian bertemali dengan kematian? Imperium Umayyah,  Abbasyiah, dan Ottoman begitu besar dan luas. Intrik-intrik kekuasaan lumrah terjadi. Di situ, secangkir kopi yang dibubuhi racun, tak jarang menjadi alat dan jalan pintas yang paling mudah untuk menghabisi lawan-lawan politik.

Tidak jarang seorang jenderal hebat harus dihabisi dengan secangkir kopi beracun karena popularitasnya mengancam kedudukan raja. Karena perhatian raja semakin berkurang, membuat seorang permaisuri menggunakan secangkir kopi untuk menghabisi seorang selir yang menjadi saingannya. Tidak sedikit cerita tentang intrik kekuasaan dari seluruh dunia di masa lalu yang melibatkan secangkir kopi. Sejak itulah, kopi dan kematian menjadi mitos abadi hingga kini.

Dulu, ketika masih muda, mungkin kita semua pernah mendapat pesan dari orang tua agar berhati-hati meminum kopi ketika berkunjung di rumah orang. Sebelum meminum kopi, kita dipesan agar memperhatikan bayangan wajah kita di atas permukaan cangkir. Ada atau tidak. Jika tidak tampak, maka  berhati-hatilah karena ada "sesuatu" dengan kopi itu. Bukan hanya karena kopi itu mungkin  telah  dibubuhi racun, tetapi juga ada mantra jahat yang ditaruh di dalamnya untuk tujuan tertentu, yang bisa menyebabkan kematian.

Menghadapi hal semacam itu, kita pun dibekali do'a atau semacam laku penangkal racun dan mantra. Dengan mengamalkan do'a dan laku yang telah diajarkan, cangkir kopi itu, konon, akan pecah terlebih dahulu sebelum sampai di bibir. Benar atau tidaknya, wallahualam bissawab, karena saya sendiri tidak pernah mengalaminya. Tetapi begitulah mitos kopi dan kematian masih hidup ditengah-tengah kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline