Kalian pasti pernah dengar istilah SOP alias Standard Operating Procedure. Itu lho, panduan sakti yang katanya kalau diikuti akan membawa bisnis ke level dewa. Tapi, pernah nggak sih kalian perhatiin, ada aja momen di mana karyawan nekat improvisasi, entah karena situasi darurat atau cuma karena bos lagi nggak di kantor? Nah, fenomena ini disebut pelanggaran proses bisnis. Eits, jangan keburu negatif dulu. Kadang pelanggaran ini bisa jadi pahlawan dalam situasi tertentu. Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Penyimpangan: Antara Inovasi dan Petaka
Kebayang nggak kalau semua orang di dunia ini selalu taat aturan? Bosan banget, kan? Nah, dalam bisnis, penyimpangan itu ibarat bumbu penyedap. Karyawan mungkin menemukan cara lebih cepat, lebih murah, atau bahkan lebih menyenangkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Contohnya, pelayan restoran yang bikin lelucon buat pelanggan biar mereka lupa soal makanan yang telat datang. Efeknya? Pelanggan senyum-senyum, bahkan kasih tip lebih besar.
Tapi ingat, nggak semua penyimpangan itu membahagiakan. Kadang, improvisasi ini malah bikin celaka. Contohnya, kasir yang melompati proses verifikasi kartu kredit. Bisa cepat, sih, tapi begitu ada transaksi mencurigakan? Siap-siap deh, masuk meeting darurat dengan CFO. Dunzer dkk. (2024) menyebut inilah titik di mana penyimpangan berubah jadi pelanggaran. Jadi, pelanggaran itu bukan sekadar improvisasi yang gagal, tapi tindakan yang melanggar aturan krusial atau bahkan hukum.
Anti-Pattern: Penjahat dalam Proses Bisnis
Awad dkk. (2009) mengusulkan konsep anti-pattern, atau pola-pola kesalahan yang sering terjadi dalam proses bisnis. Mereka ini semacam penjahat kambuhan yang selalu ada di tiap proses, dan tugas kita adalah mendeteksinya secepat mungkin. Kalau di film superhero, anti-pattern ini semacam Loki yang selalu bikin onar. Di bisnis, contohnya bisa berupa karyawan yang selalu lupa memasukkan data penting ke sistem.
Menariknya, mereka menciptakan alat untuk mendeteksi anti-pattern ini secara otomatis dalam model proses bisnis. Jadi, ibarat punya detektor asap yang bisa nge-scan tiap sudut dapur, memastikan nggak ada kebakaran sebelum sempat nyala. Kalau deteksi berhasil? Violation detected!
Compliance Checking: Jadi Polisi dalam Dunia Bisnis
Pelanggaran ini nggak cuma soal aturan internal, tapi juga regulasi eksternal. Bayangin, kalau kalian adalah pemilik bisnis, pelanggaran regulasi bisa bikin mimpi buruk. Bisa kena denda, reputasi hancur, atau bahkan ditutup. Compliance checking jadi solusinya. Alat ini semacam polisi yang siap mengecek apakah bisnis kalian taat hukum atau nggak.
Menurut Awad dkk. (2015), teknologi canggih seperti Complex Event Processing (CEP) bisa memonitor kepatuhan proses bisnis secara real-time. Jadi, nggak perlu nunggu auditor datang baru ketahuan ada masalah. Kalau ada pelanggaran? Langsung muncul notifikasi. Zaman sekarang, bahkan algoritma lebih rajin dibanding karyawan, ya?
Ketika Proses Bisnis Bikin Masalah: Drama Penyimpangan yang Jadi Pelanggaran
Sekarang kita sudah ngobrolin soal kenapa penyimpangan bisa jadi masalah besar, tapi juga bisa jadi life saver (kayak, "wow, karyawan bisa kreatif juga ya!"). Sekarang mari kita bahas gimana perusahaan bisa ngatasi hal ini. Ingat kan, kita tadi nyebut-nyebut model konseptual? Yuk kita bahas lebih dalam!
Mengatasi Penyimpangan: Model Konseptual ala Dunzer dkk.
Para penulis artikel utama, Dunzer dan kawan-kawan, tidak hanya sekadar membahas teori. Mereka juga mengembangkan model konseptual yang super canggih! Ini kayak panduan untuk menghubungkan pelanggaran proses bisnis dengan definisi proses dan kondisi organisasi.
Bayangkan ini seperti punya 10 kotak besar, masing-masing kotak adalah dimensi pelanggaran. Jadi, setiap kali ada penyimpangan, tinggal dicocokin aja ke kotak yang mana nih? Kalau sering banget terjadi di satu kotak, mungkin perlu dicek, "Ini pelanggaran serius nggak ya?"