Jika kita hidup didunia itu taat beragama, taat hukum, dan selalu berbuat kebaikan. Tapi pada akhirnya kita masuk neraka karena memilih tuhan yang salah. Bukannya itu sebuah ketidakadilan?
Agama dan negara pada hakikatnya adalah dua lembaga terkemuka yang memperbudak manusia. Semua negara menjadi instrumen bagi segelintir pemegang hak istimewa untuk menguasai manusia lainnya.
Sedangkan, semua agama menjadi sekutu dari setiap negara dalam menaklukan umat manusia. Sepanjang sejarahnya pemerintah telah menggunakan agama untuk melanggengkan kebodohan.
Tuhan adalah tuan dan manusia adalah budak. Apabia tuhan benar-benar ada, maka ia perlu dilenyapkan. Agar menjadi bebas, manusia harus melepaskan diri dari kekuasaan spiritual dan temporal.
Sedangkan negara adalah lembaga yang dikuasai oleh segelintir orang yang dianggap hebat. Dengan kehebatannya, mereka mengajarkan rakyat untuk hidup sesuai peraturan kenegaraan.
Oleh karena itu setiap warga negara akan selalu menjadi abdi bagi negaranya. Sebab negara menjadikan warganya sebagai budak. Tuhan dan negara adalah lembaga yang sama-sama memenjarakan kebebasan bagi setiap individu. Mereka menakut nakuti individu dengan segala konsekuensinya. Agar individu terjebak dan akhirnya patuh, dan otoritasnya tetap berjalan.
Dalam bernegara, kaum intelektual pun ikut berperan sebagai penjilat. Dengan dalih membebaskan warga dari penguasa sebelumnya. Mereka memprovokasi dengan ide-ide untuk melawan pemerintah. Namun pada akhirnya merekalah yang menjadi penguasa menggantikan penguasa sebelumnya.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang secara alamiah mampu hidup secara harmonis dan bebas tanpa intervensi kekuasaan. Segala hal yang bertentangan dengan peraturan dianggap memberontak atau membangkang. Padahal bisa saja terkait kebebasan rakyat sebagai manusia dan individu.
Kebebasan adalah ketiadaan sistem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H