Lihat ke Halaman Asli

Penikmat Soto Ayam Pak Mamat Kampus Purnawarman Kebanyakan Pejabat Plat Merah

Diperbarui: 11 Oktober 2023   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soto Pak Mamat. Dokumen pribadi

Jika Anda menyusuri jalan Gunawarman Kebayoran Baru, cobalah berbelok sedikit ke arah jalan Purnawarman. Di sana ada Gedung Badan Pendidikan Latihan Keuangan atau disingkat BPLK yang dimiliki oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Di depannya ada gerobak soto milik Haji Suki yang biasa dipanggil Pak Mamat.

Pak Mamat sudah membuka gerobaknya pagi pagi, sekitar jam 07.00 panci soto sudah mengepulkan asap, dan aromanya sudah bisa tercium dari balik gedung.

Saat kami mampir kesana, beberapa kendaraan juga terlihat parkir di sepanjang jalan itu. Rata rata kendaraan plat merah. Bahkan ada juga mobil kepolisian pejabat Komdak atau PTIK dekat dekat situ. Biasanya kendaraan plat merah itu menurunkan penumpangnya persis di depan gerobak baru kemudian kendaraan di parkir tidak jauh dari sana. Biasanya penumpang penumpang itu berkemeja batik dan menggunakan tanda pengenal. Dari penampilan bisa dipastikan kebanyakan penikmat soto Pak Mamat adalah para pejabat dengan kendaraan plat merah.

Pak Mamat sudah berjualan soto sejak 30 atau 40 tahun yang lalu. Sekitar tahun 80 an. Saat itu Gedung BPLK masih digunakan sebagai kampus Ilmu Ilmu Keuangan ( IIK ) yang berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ( STAN ).

Ada beberapa gerobak penjual makanan di sana. Soto Ayam  Pak Mamat sering disebut Sokam atau Soto Kampus. Ada juga gerobak  penjual Kelapa Muda, sering disingkat dengan Klamud. Sebelah gerobak soto ada penjual sate. Sate ini juga termasuk disukai karena ada kulit ayam diantara daging daging ayamnya.

Menurut Pak Mamat yang sudah berjualan sejak awal 1980, pembeli utamanya dahulu kebanyakan para mahasiswa yang kuliah Ilmu Keuangan di Gedung BPLK. Mahasiswa di sana adalah mahasiswa kedinasan yang kemudian hari setelah lulus akan bekerja di BPKP, Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Badan Pemeriksa Keuangan serta Kantor Kementerian lainnya. Katanya, mahasiswa yang kuliah di sana kebanyakan laki laki dan sering nongkrong makan siang di gerobaknya saat istirahat kuliah.

Pak Mamat bercerita, awal 80 an harga semangkuk soto berkisar 5000 rupiah. Dan para mahasiswa yang makan di gerobaknya lebih sering memesan setengah porsi. Pak Mamat akan memberi harga separuhnya. Dari cerita para mahasiswa, Pak Mamat memahami, kebanyakan dari mereka adalah para perantau yang jauh dari keluarga dan uang saku diperoleh dari honor sebagai CPNS karena mereka belum diangkat sebagai Pegawai Negeri. Sebagai info, mahasiswa kedinasan waktu itu diangkat sebagai CPNS saat tingkat dua dan diberi honor sebesar 80% dari gaji.

Seiring berjalannya waktu, para mahasiswa selalu berganti, pembeli soto Pak Mamat tak berkurang tapi malah bertambah ramai. Soto yang terdiri dari potongan ayam, potongan kol dan soun dicampur nasi, ditambah irisan tomat sudah cukup menambah energi para mahasiswa.

Pak Mamat menganggap mereka seperti anak anaknya sendiri. Ada kedekatan emosional ketika melihat mereka makan di gerobaknya. Kadang Pak Mamat lebih sering memberi gratis ketika mahasiswa itu mengaku tak punya uang, uangnya habis, dan tidak mendapat kiriman dari orang tuanya. Kadang Pak Mamat juga tak menagihnya.

Waktu berlalu, mahasiswa mahasiwa itupun lulus dan tak kembali. Pak Mamat tetap berjualan di situ. Walaupun kampus berpindah ke kampus Jurang Mangu. Pak Mamat tetap setia berdagang di depan gedung BPLK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline