Lihat ke Halaman Asli

Yanti Sriyulianti

Berbagilah Maka Kamu Abadi

Menyiapkan Ganjaran Langsung Untuk Menikmati Kebiasaan

Diperbarui: 28 Mei 2022   04:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Robbana aatinaa fiddunya hasanah wafil aakhiroti hasanah waqinaa adzaabannaar

Doa sapujagad ini sangat populer di kalangan umat Islam. Siapa yang tak ingin mendapatkan ganjaran atas upaya untuk menjadi hamba Allah Swt. Meskipun demikian kebanyakan orang lebih suka mengejar kepuasan sesaat. 

Menurut berbagai penelitian, otak kita lebih mementingkan  apa yang kita rasakan saat ini. Niat baik saja tidak cukup.  Keinginan kuat kita untuk hidup lebih baik di masa depan,lebih sehat optimal, merdeka secara finansial, sukses dunia akhirat sering kandas. 

Kenikmatan menyantap gorengan saat buka puasa, iklan teh botol yang tertanam kuat di benak kifa, dan beragam hidangan nusantara yang menerbitkan selera mengalihkan perhatian kita. 

Menurut James Clear dalam bukunya Atomic Habits, makin langsung kesenangan yang diperoleh dari suatu tindakan, makin serius Anda harus bertanya tentang apakah itu selaras dengan sasaran-sasaran jangka panjang Anda. 

Otak kita meremehkan hal-hal yang terkesan mengancam kehidupan kita di masa yang akan datang meski kita tahu bahkan yakin hal tersebut sangat mungkin terjadi. 

Pada Maret 2021, almarhum suami saya mengalami stroke infark. Empat pembuluh darah di otaknya pecah. Tim dokter yang menangani pengobatannya berkali-kali meminta kami sekeluarga bersiap menerima kondisi terburuk. Ternyata setelah keluar dari stroke unit, almarhum terlihat baik-baik saja. 

Tidak hanya kami, dokter pun bilang it's miracle. Akan tetapi kondisi ajaib ini membuat almarhum mengabaikan kenyataan bahwa organ dalam tubuhnya mengalami kerusakan. Hanya dalam waktu 6 bulan almarhum mengalami gagal ginjal padahal sebelumnya penurunan fungsi ginjalnya hanya 17%. 

Kesenangannya touring dengan motor ke daerah jabar selatan sambil menikmati gorengan di pinggir jalan dan teh botol dingin terbawa dalam keseharian. Asupan sehat seimbang yang kami siapkan tidak disentuhnya. Setiap pagi almarhum jalan kaki dan pulang membawa tahu berontak dan pisang goreng kipas kesukaannya. D

ua bulan kemudian otaknya mengalami keracunan. Anak-anak dan saya sempat mengikuti kemauan almarhum. Berkali-kali kami gagal mengajaknya cuci darah. Qodarullah. Almarhum pun berpulang ke rahmatullah setelah 10 minggu menjalani operasi dan cuci darah intensif. 

Setelah menyaksikan proses penurunan fungsi organ dalam yang mengancam kelangsungan hidup seseorang, seharusnya saya mampu bertahan untuk menjaga asupan dan gerak tubuh seimbang setiap hari. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline