Duh sakitnya!
Pagi ini Bandung terasa dingin sekali. Aku terbangun dini hari tadi dan bergegas gosok gigi. Pelipis kanan mulai cenat-cenut. Mumpung belum terasa nyeri sekali, aku menghampiriNya sejenak dan menyusun laporan yang diminta Wahyu.
Nyuuttt...
Tangan kananku mulai beraksi. Sisa-sisa hotcream kembali kugosokkan ke seputar telinga, pipi, pelipis, dan leher kanan.
Duuh sakitnya.
Sejak awal Ramadhan sakit gigiku kambuh lagi. Sepertinya geraham yang sudah ditambal belasna tahun yang lalu mulai keropos lagi. Saat konsultasi ke Dtg Widia, teman SMPku, tak terlihat dalam foto. Waktu itu pemerintah kota Bandung sudah memberlakukan PSBB. Aku kembali mengonsumsi Amoxan dan Mefinal atas ijin Drg. Widia. Aku juga menempelkan kapas yang dibasahi cairan bercap Kakaktua kiriman dari Bu Ekasari, ketua KerLiP Jabar. Bahkan berkumur dengan air minum hangat yang ditetesi cairan tersebut saat sakitnya tak tertahankan.
Sudah masuk 3 bulan sakit gigi menemani keseharianku. Aku belum berani periksa langsung ke klinik gigi. Atas rekomendasi Bang Jo, aku meminta saran Drg senior di belakang rumahku. Beliau menjawab dengan tandas. Silakan periksa giginya setelah wabah COVID-19 sirna. Saya akan kembali membuka praktik setelah ada pernyataan aman dari pemerintah.
Deg....
Nano-nano rasanya.
Aku pun jadi ragu pergi ke klinik tempat Drg Widia praktik. Padahal adik dan kakakku sudah memberikan uang untuk berobat. Setiap kali sakitnya tak tertahankan, putri kecilku mengurut area sakit sebelum Teh Elis tiba di rumah.
Alhamdulillah para perempuan tangguh yang bergabung di OPEreT selalu mendoakan kesembuhanku. Pagi ini wag kami sudah aktif sejak pukul 5. Kebetulan sekali. Aku kembali meminta doa sahabat-sahabat perempuan baruku.