Lihat ke Halaman Asli

KLB Keracunan Gorontalo dan Epidemiologi Kesehatan Darurat

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

[caption id="attachment_142660" align="alignright" width="315" caption="Korban keracunan di Gorontalo (Foto: Antara)"][/caption] Puluhan peserta seminar guru yang diselenggarakan di Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo keracunan usai mengkomsumsi makanan (catering) pada saat pelaksanaan seminarSelasa (25/10/2011). Ada dua orang dilaporkan meninggal dunia dan 125 orang lainnya dirawat di Rumah Sakit Dunda Limboto, Kabupaten Gorontalo. Korban yang meninggal adalah Delima Lippy, seorang guru SMP, dan Mohamad Ismail, 14, siswa SD.

Bukan hanya peserta seminar guru yang mengalami keluhan sakit perut, muntah dan kejang-kejang, tetapi juga anak-anak para guru yang membawa pulang makanan dari seminar. Saat seminar berlangsung tidak semua peserta seminar makan ditempat, ada juga yang membawa pulang nasi kotak yang dibagikan panitia seminar sehingga beberapa korban keracunan satu keluarga.

Banyak korban keracunan makanan mendorong pemerintah daerah setempat menetapkan kondisi luar biasa (KLB) keracunan pangan. Biasanya penetapan status KLB karena jumlah warga yang terkena banyak dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat serta pemerintah menanggung seluruh biaya pengobatan korban keracunan. Penyebab keracunan biasanya adalah virus Bacillus Cereus atau Stapyllococcus Aureus. Polisi setempat masih fokus pada investigasi asal makanan dan pihak-pihak yang menyiapkannya. Sementara pihak Dinas Kesehatan setempat belum terdengar melakukan langkah-langkah survelians epidemiologi keracunan makanan.

Langkah yang harus dilakukan Dinas Kesehatan setempat adalah melakukan surveilans Epidemiologi Keracunan Pangan di tempat pelaksanaan seminar. Surveilans berguna untuk mengetahui besar dan luasnya masalah serta gambaran epidemiologi peningkatan kasuskeracunan pangan pada tempat pelaksanaan seminar.Ada beberapa tujuan khusus surveilans dilakukan seperti mengetahui distribusi kasus secara epidemiologi, mengetahui Attack Rate dan relative risk kasus keracunan pangan, mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tersebut dan memastikan KLB keracunan pangan. Surveilans KLB keracunan pangan bisa menggunakan rancangan penelitian epidemiologi deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional. Data primer diperoleh dengan melakukan investigasi langsung pada tempat pelaksanaan seminar.

KLB Keracunan Pangan

Kejadian keracunan makanan berhubungan denganmasalah keamanan pangan. Letusan penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian-kejadian pencemaran pangan telah menjadi masalah global, bukan hanya terjadidi berbagai negara berkembang tetapi juga terjadi pada negara-negara maju. Di negara-negara maju, diperkirakan satu dari tiga orang pendudukmengalami keracunan pangan setiap tahunnya. Sebuah sumber menyebutkan, bahwa kasus keracunan pangan di Eropamerupakan penyebab kematian kedua terbesar setelah Infeksi Saluran Pernafasan Atas atau ISPA.

Definisi yang dikembangkan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM-RI) tentang KLB Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber penularan. Salah satu agent penyebab KLB Keracunan Pangan adalah keberadaan bakteri pathogen yang berlebihan dalam pangan. Senyawa kimia, seperti logam berat, nitrit, toksin jamur dan residu pestisida juga merupakan penyebab KLB Keracunan Pangan. Sedangkan World Health Organization (WHO) mendefinisikan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan atau dikenal dengan istilah “foodborne disease outbreak” sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit setelah mengkonsumsi pangan yang secara epidemiologi terbukti sebagai sumber penularan.

Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan suatu kejadian/kasus yang menunjukkan peningkatan kejadian secara luar biasa didalam suatu kelompok. Kejadian Luar Biasa ini bisa di akibatkan dari kontaminasi suatu bahan kimia dan atau disebabkan oleh mikroorganisme. Guna menghindari kejadian luar biasa keracunan khususnya dari makanan, diperlukan suatu tindakan-tindakan baik pra kejadian, saat kejadian keracunan makanan dan pasca kejadian keracunan. Diharapkan dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut kasus atau kejadian keracunan makanan dapat ditiadakan dan diminimalisir jumlah korban keracunan makanan.

Tanda-tanda klinik keracunan pangan dibagi atas enam kategori seperti : pertama, gejala pada saluran gastrointestinal atas berupa mual dan muntah; kedua, gejalapada saluran gastrointestinal bawah seperti kejang perut dan diare; ketiga, gejala infeksi umum seperti demam, menggigil, rasa tidak enak, letih, dan pembengkakan kelenjar limfe; keempat, gejala alergik misalnya wajah memerah, dan gatal-gatal; kelima, gejala neurologik misalnya gangguan penglihatan, perasaan melayang, dan paralisis; dan keenam, gejala sakit tenggorokan dan pernafasan (Gentina, dkk., 2007).

Prosedur standar bila terjadi KLB keracunan pangan pada tingkat Puskesmas adalah: pertama, Petugas Puskesmas setelah menerima laporan atau informasi dari masyarakat, RS, dll, segera melakukan pengecekan ke lapangan tentang kebenaran berita kasus keracunan; Kedua, memberikan pertolongan berupa pengobatan kepada penderita keracunan, dan bila diperlukan mengirim penderita ke unit pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk referal sistem (Rumah Sakit); ketiga, mengambil contoh makanan/minuman yang diduga sebagai penyebab keracunan; keempat, mengirim contoh makanan/minuman ke Dinas Kesehatan Kab/Kota; kelima, melaporkan adanya kejadian keracunan makanan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota segera (menggunakan telepon, fax, form W1, sms, dan e-mail); keenam, bergabung dengan TIM KLB Keracunan Dinas Kesehatan Kab/Kota melakukan kajian Penyelidikan Epidemiologi.

Pada tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, segera melakukan koordinasi dan pembahasan tentang kasus yang terjadi serta meneruskan contoh makanan/minuman yang diduga sebagai penyebab keracunan ke BBTKLPM/BLK/Laboratorium lain yang ditunjuk dengan menggunakan formulir Pengiriman Sampel Keracunan Makanan/Minuman. Setelah itu melakukan pengecekan ke lokasi keracunan dan memonitor kejadian keracunan serta melakukan tindakan investigasi/penyelidikan/surveilans epidemiologi untuk mengetahui attack rate, relative risk, dan lokasi/waktu kejadian keracunan. Hasil Penyelidikan Epidemiologi Tim Surveilans inilah yang digunakan Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota memberikan keterangan/ penjelasan kepada publik/ masyarakat tentang kasus yang terjadi.

Pada tingkat Dinas KesehatanPropinsi juga memiliki porsi tanggungjawab setelah mendapat laporan/ informasi surveilans epidemiologi keracunan. Bahkan bila dianggap perlu, Dinas Kesehatan Propinsi dapat membantu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam penyelidikan/surveilans epidemiologi kasus keracunan makanan di daerahnya dan koordinasi dengan laboratorium yang ada di Propinsi. Tanggung jawab lainnya adalah memberi bimbingan teknis dalam menyusun rencana pencegahan, penyelidikan dan penanggulangan keracunan.

Sementara pada tingkat Pemerintah Pusat yakni Kementrian Kesehatan,Ditjen PPM & PL cq. Subdit HSMM dan Subdit Surveilans melakukan koordinasi setelah mendapat laporan/informasi. Bila dianggap perlu, memberikan arahan dan bimbingan teknis dalam menyusun rencana pencegahan, penyelidikan dan penanggulangan keracunan serta memantau perkembangan dan tindak lanjut dalam kasus keracunan makanan di Daerah.

Sebagai antisipasi kasus keracunan pangan pada masa datang, maka pada sisi konsumen, masyarakat perlu meningkatkan pemahaman tentang Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman secara baik dan benar. Sedang pada sisi pemerintah, perlu meningkatkan supervisi pada Tempat Pengelolaan Makanan agar prinsip-prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Pemerintah juga mengemban tanggungjawab melakukan penyuluhan tentang cara mengolah, dan menyimpan makanan yang higienis.

Dari kasus KLB keracunan pangan di Gorontalo,Dinas Kesehatan setempatperlu melakukan Pelatihan Asisten Epidemiologi Lapangan (PAEL) pada petugas dinas kesehatan, Pelatihan/Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman serta Pelatihan Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline