[caption id="attachment_100544" align="alignright" width="337" caption="Salah satu kegiatan mahasiswa baru FKM UMI Makassar di Asrama Haji Sudiang"][/caption]
Apa yang terlintas dalam benak anda ketika menyebutkan kata Mahasiswa Baru? Mungkin ada diantara anda yang menyebutkan suasana baru, lingkungan baru, teman-teman baru dan sederet tugas dari dosen yang harus dikerjakan, berkutat dengan buku pelajaran dan masih banyak lagi yang akan dikemukakan oleh masing-masing orang. Demikian halnya denganku, saat ini aku tercatat sebagai mahasiswa baru pada jenjang pendidikan Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Tentunya banyak perbedaan ketika menyebutkan jenjang pendidikannya, baik mahasiswa baru untuk jenjang Strata satu (S1) atau sarjana, Strata dua (S2) atau magister maupun Strata tiga (S3) jenjang Doktoral.
Untuk jenjang pendidikan S1 misalnya, mahasiswa baru untuk jenjang iniakan mengalami shock culture jika dia merupakan mahasiswa perantau dari luar daerah. Halini karena mahasiswa S1 jika ditinjau dari segi usia masih dalam tahap peralihan dari usia remaja ke usia dewasa muda yang dituntut untuk harus benar-benar bisa beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi yang benar-benar baru yang akan di alaminya dalam lingkungan asrama atau kosannya. Hal yang sebenarnya dalam pemikiran orang dewasa bukanlah suatu masalah pelik jika dihadapi oleh usia dewasa adalah persoalan yang mudah justru akan menjadi sangat rumit dan pelik. Mulai dari masalah homesick karena baru terpisah dari orang tua dan karib kerabatnya hingga masalah asmara yaitu rindu pada pacar yang ditinggalkan dikampung halaman. Hal ini akan terdengar remeh dan lucu ditelinga orang dewasa, tapi itulah kenyataan yang dihadapi oleh mahasiswa baru pada jenjang ini. Hal ini akan sangat berbeda jika sang mahasiswa baru bukanlah seorang perantau atau dalam arti kata dia kuliah masih di kotanya sendiri dan juga masih tinggal dengan orang tuanya.
Pada jenjang yang lebih tinggi yaitu magister dan doktoral, masalahnya jauh lebih kompleks. Karena rata-rata pada jenjang ini mahasiswa barunya sudah berkeluarga maka masalah yang dihadapi pun adalah masalah seputar keluarga. Mulai dari masalah suami/istri, anak-anak dan segala kenyamanan hidup berupa rumah pribadi dan segala fasilitasnya yang serba nyamanyang ditinggalkan, jika sang mahasiswa baru adalah ibu rumah tangga yang terbiasa mengurus segala keperluan keluarganya sendiri maka masalah yang akan muncul mulai dari berbagai pertanyaan siapa yang akan mengurus suami dan anak-anakku? Apa yang akan mereka makan? Apa mereka akan baik-baik saja tanpa ku? Siapa yang akan menyiapkan segala keperluan mereka? Bagaimana dengan kondisi rumahku? Apa akan tetap bersih dan terawat seperti saat aku ada dirumah? Jika aku memboyong seluruh keluargaku untuk pindah ke kota tempatku kuliah, bagaimana dengan karir suamiku? Apa anak-anakku bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya? Dimana kami akan tinggal? Apa tempat tinggal itu akan senyaman dirumah kami sebelumnya dan seribu satu macam pertanyaan lainnya. Itulah sekelumit tentang perbedaan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa baru pada masing-masing jenjang pendidikan.
Untuk saat ini, di jenjang pendidikan strata tiga, aku punya pengalaman menggelikan paling tidak itu menurutku. Pada hari Kamis, 17 Maret2011 yang lalu aku ditemani oleh salah seorang alumni FKM UMI Makassar yang kini mengambil pendidikan Magister K3 FKM UNAIR. Sebut saja namanya Ani mengunjungi perpustakaan untuk mencari literatur untuk keperluan mengerjakan tugas kuliah. Namanya juga mahasiswa baru semua kondisi yang serba berbeda darilingkungan kami sebelumnyasedikit trial and error mulai dari pintu masuk perpustakaan (sok tau, biar gak disebut bego’), saat mengambil kunci loker untuk menyimpan tas dan barang-barang lainnya. Di meja itu ada petugasnya yang gak terlalu banyak ngomong dan sebuah komputer.
Pada kunjungan pertamaku di perpustakaan Kampus B UNAIR Surabaya - ini adalah kunjungan keduaku diperpustakaan Kampus C - aku melihat setiap mahasiswa yang masuk mengetik nomor induk mahasiswanya atau ngescan KTM-nya ke komputer tersebut dan dimonitor akan muncul kata : "Selamat datang …… (nama mahasiswa yang memasukkan NIM-nya)". Aku dan Ani beberapa kali coba memasukkan NIM kami secara bergantian tapi jawaban dimonitor adalah nomor tidak terdaftar. Walah…. Tentu saja kami bingung, ditambah lagi dengan petugasnya yang hanya mengomentari “Dari pasca yang mbak?, kalau iya tentu saja tidak terdaftar!" Weleh, jadi gimana dong? Tanyaku dalam hati.
Ternyata jawaban petugas tadi dibelakang hari terbukti salah. NIM kami belum terdaftar diperpustakaan karena kami memang belum pernah meminjam buku dan registrasi di perpustakaan itu sebelumnya… wuihh sesederhana itu ternyata masalahnya. Kamipun beranjak menyimpan tas dalam loker dan terus beranjak menuju ruang dalam, karena belum tahu betul kondisi ruangan di situ, maka kamipun bertanya pada petugas yang berjaga di komputer WIFI mengenai letak koleksi buku, tesis dan disertasi karena pada kunjunganku sebelumnya aku hanya memanfaatkan fasilitas WIFI untuk berselancar di internet secara gratis, petugas itupun menunjukkan kami jalan untuk masuk terus ke dalam untuk melihat-lihat koleksi buku perpustakaan, untuk memudahkan kami mencari buku. Kami disarankan untuk mencarinya terlebih dahulu dalam katalog di komputer . Untuk hal ini aku sudah tidak canggung lagi karena sudah terbiasa sebelumnyawaktu S2 di Universitas Indonesia.
Setelah mendapatkan lokasi dan judul buku maka kamipun berpisah arah untuk mencarinya di rak-rak yang telah tersedia. Pada saat mencari buku itu, Ani mengira petugas perpustakaan yang ada didekatnya itu adalah aku karena petugas itu memakai baju batik dan jilbab merah marun seperti yang aku kenakan saat itu). Dia lalu bertanya tentang sesuatu pada petugas itu. Karena tidak mendapat jawaban Anipun menoleh kearah petugas tadi, dan dia baru sadar ternyata itu bukan aku. Pada saat kami sama-sama duduk membaca sepintas buku yang kami dapatkan, Ani menyampaikan padaku kejadian tadi. Dari situlah kami menyadari bahwa hari itu aku mengenakan baju yang sama dengan semua petugas perpustakaan yaitu baju batik dan jilbab merah marun. Hanya motif batiknya saja yang berbeda-beda antara satu petugas dengan petugas lainnya dan tentu saja dengan baju batikku.
Menyadari hal itu, aku sedikit merasa akan nada peristiwa terkait hal ini yang cukup menggelikan, benar saja tak lama setelah itu Anipun pulang karena ada janji dengan Lilis (alumnus FKM UMI lainnya yang sedang S2 di UNAIR) untuk barengan berangkat kuliah jam 13.00 WIB. Sementara aku masih meneruskan mencari buku dan menonton film Spy in the next door nya Jackie Chan yang saat itu diputar di salah satu ruangan perpustakaan. Seusai menonton aku beranjak pulang, sambilberjalan keluar aku tetap memperhatikan buku-buku yang dipajang dirak-rak. Saat itu datang seorang mahasiswa mendekatiku sambil bertanya, ‘bu.. dimana letaknya buku statistic ya?”. Aku tercekat dan ingin tertawa lepas, karena mahasiswa itu mengira aku adalah petugas perpustakaan makanya dia bertanya seperti itu… hmmmm, ini pasti karena bajuku yang ‘salah kostum’. Aku hanya menjawab ‘Maaf mbak saya gak tau” dan langsung berlalu pergi. Aku sudah tidak ingin berlama-lama lagi diperpustakaan.
Setelah melakukan registrasi dan peminjaman pertamaku maka akupun pergi dari sana. Pada saat registrasi punpetugas yang melayaniku tetap memperhatikan ku dengan tatapan yang mengandung makna entah apa (mungkin karena baju ku)? Hmmm, suatu pengalaman manis bagiku. Bagaimanapun aku sangat berterima kasih pada para petugas perpustakaan Kampus C UNAIR yang telah melayaniku dengan baik meskipun penampilanku saat itu mirip dengan mereka…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H