Usai salat Magrib Marni berdandan cantik layaknya bintang sinetron. Bibirnya dipoles dengan lipstik merah muda. Alisnya diberi sedikit pensil warna coklat karena alis Marni amat tipis. Ia sengaja memakai celana jens dan kaus tunik berwarna kuning kunyit. Kerudung corak senada dipakainya agar serasi. Ia ingin tunjukkan pada suami, walaupun badannya besar ingin tetap terlihat cantik.
Suami Marni pun masih berbenah dengan kaus hitam dan celana jeans. Seperti biasa rambut diberi minyak wangi agar bisa disisir ke belakang. Walaupun rambutnya sudah gondrong, Marno memilih membiarkan sedikit panjang. Marni berulang kali mengingatkan tetapi tidak diindahkan.
Kali ini mereka akan makan malam di cafe _mewah_ (mepet / dekat sawah) yang sedang viral karena murah dan enak. Impian untuk makan malam sudah dirancang beberapa minggu lalu. Jatuhlah akhir pekan ini. Kebetulan Marno, tukang kuli bangunan itu juga gajian. Walaupun gajinya pas-pasan sesekali mereka pergi berdua sekadar nongkrong untuk makan malam sekadarnya. Biasanya mereka memilih beli bakso yang mangkal di pinggir jalan. Atau nasi goreng Bu Jumiyati yang terkenal murah dan enak. Bagi suami istri yang hidup pas-pasan mereka tak berani masuk restoran untuk makan malam.
"Ayoo, segera berangkat Dik!" ajak Marno sambil mencari kunci sepeda motor. Namun baru saja mau keluar rumah ada ketukan pintu. Segera Marni bergegas menuju ruang depan untuk membukakan pintu.
"Monggo Pak, pinarak!" ( silakan Pak untuk duduk) ucap Marni sambil mempersilakan seorang bapak patuh baya bersarung hitam itu duduk.
"Matur nuwun," ( terima kasih)jawab Bapak yang tinggi dan kurus itu sambil berjalan menuju ruang tamu.
Marni segera memanggil suaminya untuk menemui karena ia paham bahwa yang dicari suaminya. Marno pun duduk berseberangan dengan tamu. Ada rasa penasaran ketika ada tamu yang datang setelah magrib.
Mas Marno, mohon maaf saya diutus oleh Bu Umi untuk menyampaikan undangan kenduri yang akan dilaksanakan nanti setelah shalat Isya.
"Nggeh, matur nuwun undanganipun,( terima kasih undangannya),"ucap Marno sambil tersenyum. Walaupun hatinya galau bagaimana cara agar istrinya tidak kecewa.
"Dik, bagaimana kalau makan malam kali ini kita tunda besok. Ini ada undangan dari Pak Tarjo, mantan kadus untuk kenduri. Kita makan malam dengan makanan kenduri saja. Eman-eman jika jajanan nanti tidak kita makan. Kita juga irit untuk hari ini," jelas lelaki belahan jiwa Marni. Kata-kata terakhir yang membuat dirinya teriris. Ya, di tengah keadaan ekonomi belum mapan, kenduri menjadi harapan indah bagi pasangan yang belum punya anak ini.
Wajah Marni sesaat kecewa. Apalagi ia sudah berdandan. Bayangan bisa foto bareng suami di cafe buyar. Story hari ini nihil. Namun, hati kecilnya Marni juga merasa eman-eman jika ada makanan kenduri yang mubasir. Selain itu untuk menolak undangan tetangga juga kurang etis. Apalagi yang mengundang sesepuh kampung.