Aku dan Menantu
Oleh : Budiyanti
Ketika saya melahirkan anak ketiga dengan jenis kelamin laki-laki banyak yang _mengayem-ayemi_ dengan kalimat menghibur karena anak pertama dan kedua sudah laki -lali anak kami laki-laki semua.
"Nanti juga dapat anak perempuan to Bu. Bersyukur saja penting anak sehat," ucap tetangga. Saya pun mengiyakan karena benar juga nantinya akan punya anak perempuan juga. Walaupun agak beda jika anak punya anak perempuan dari rahim sendiri.
Ketika ketiga anak sudah berkeluarga, ada tiga anak perempuan hadir di keluarga kami. Mereka adalah menantu-menantu cantik yang menjadi anak kami. Dulu saya pernah menjadi menantu, kini saatnya saya punya menantu yang semuanya cantik.
Awal mempunyai menantu, saya pun harus bisa menyesuaikan diri dengan mereka karena sebelum anak menikah tidak begitu dekat. Anak pertama memperkenalkan calonnya beberapa bulan sebelum memutuskan menikah.
Beda dengan menantu kedua. Pertemuan pertama ya waktu menikah. Kami belum pernah jumpa sama sekali. Anak kedua belum memperkenalkan diri secara langsung. Saya dan menantu hanya komunikasi lewat telepon. Jadi wajahnya juga belum tahu. Hanya foto saja yang bisa kami lihat. Hal ini karena proses dari melamar sampai pernikahan hanya berjarak enam bulan. Anak kedua tidak mengenal pacaran.
Menantu ketiga juga sama. Diperkenalkan dengan keluarga hanya beberapa bulan sebelum memutuskan menikah. Mereka sama-sama lulusan satu universitas. Anak menantu yang kini tinggal bersebelahan ini ju
Alhamdulillah akhirnya kami mempunyai tiga menantu yang cantik. Kedua menantu berada di luar kota dan luar pulau. Yang ragil tinggal di rumah bawah yang gandeng dengan rumah kami.
Kembali ke tema tulisan ini adalah bagaimana saya bisa menjalin komunikasi dengan ketiga anak menantu. Konon mertua dan menantu sulit bersatu. Benarkah?