Lihat ke Halaman Asli

Tekad dan Kekuatan Doa

Diperbarui: 2 Oktober 2018   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

keluarga saya

Nama saya Yanti anak pertama dari empat bersaudara, saudara saya perempuan semua. Saya berasal dari kota Bima khususnya di Dusun Sangari, Desa Mbawa, Kec. Donggo yang berada di daerah pegunungan. Pada kesempatan ini saya akan menceritakan pengalaman serta pengorbanan saya untuk bisa kuliah.

Saya berasal dari keluarga yang kurang mampu, orang tua saya bekerja sebagai petani. Pekerjaan yang sangat berat yang harus di lakukan oleh kedua orang tua saya tanpa menghiraukan panasnya terik matahari dan hujan. Bapak saya berumur 70 tahun dan Ibu saya berumur 51 tahun.

Ketika saya naik kelas XI di Sekolah Menengah Atas ( SMA ), Bapak saya sudah tidak kuat bekerja karna sudah tua dan rentang dengan sakit. Disitu saya mulai berpikir, apakah dengan kondisi yang seperti ini saya masih bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang tinggi ( kuliah ) ? ?

Saya memiliki semangat yang tinggi untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi, tetapi disisi lain Bapak saya sudah tidak mampu bekerja untuk membiayai kuliah saya. Saya juga berpikir bahwa Ibu saya tidak sanggup untuk menanggungnya sendiri.

Saya memiiki cita-cita ingin menjadi dosen Bahasa Inggris, mulai dari SMP hingga SMA saya terus mengasa bahasa inggris saya agar cita-cita saya tercapai. 

Saya sering menemani Bapak saya berobat ke Rumah Sakit, banyak sekali penanganan pihak Rumah Sakit yang tidak menangani pasiennya dengan baik.  ketika saya melihat penanganan perawat pada pasiennya yang kurang memuaskan, disitulah timbul keinginan saya yang kuat untuk menjadi seorang perawat. 

Cita-cita saya yang ingin menjadi dosen bahasa inggris sudah tidak saya pikirkan lagi, saya hanya ingin jadi perawat agar saya bisa merawat Bapak saya sendiri khususnya beserta orang-orang disekitar saya dengan baik dan sesuai tanggung jawab sebagai seorang perawat.

Tibalah saatnya saya tamat SMA, disini ibu saya melarang saya kuliah tahun ini dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang ibu saya ambil. Tetapi sejujurnya di dalam hati, saya ingin sekali kuliah dan tidak ingin break. Saya ingin buktikan pada keluarga saya bahwa saya tidak akan merepotkan mereka, berbagai cara akan saya laukan. 

Saya berusaha meyakinkan orang tua saya bahwa saya bisa mandiri dan saya hanya butuh ridho dari Ibu dan Bapak saya. Jauh-jauh hari sebelum saya ke makassar, saya mendaftar berbagai jalur untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri ( PTN ) yang ada di Makassar, dengan harapan biaya kuliahnya sedikit jika saya masuk di PTN.

Tetapi takdir membawa saya ke Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan Akademik Makassar ( STIK GIA MAKASSAR ). Awal ceritanya, ada sepupu saya yang dosen kebidanan di STIK GIA MAKASSAR mengajak saya untuk masuk di kampus STIK GIA. Biaya yang saya habiskan untuk daftar jalur PTN itu sudah tidak saya pikirkan lagi, karna saya tidak mengikuti tesnya, tetapi saya sudah mendaftar.

Saya orangnya penurut, sepupu saya menyuruh saya masuk di STIK GIA saya ikuti walaupun besar keinginan saya untuk masuk di PTN. Karna saya yakin, akan ada hikmah yang Allah kasih di setiap keputusan yang saya ambil. Saya tidak pernah berhenti berdo,a supaya saya bisa kuliah bagaimana pun caranya tanpa merepotkan orang tua saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline