“Toiletnya gimana?”
Itulah pertanyaan pertama yang sering ditanyakan oleh teman-teman yang belum pernah naik gunung. Mungkin bagi beberapa orang, untuk menahan lapar masih bisa dilakukan tapi kalau menahan urusan ke ‘belakang”, waduhh..mana tahann...
Nah, kalau mendaki Gn. Papandayan, urusan ke “belakang” sudah tidak menjadi masalah lagi. Toilet yang memadai dengan air mengalir yang cukup bisa ditemui di sepanjang jalur pendakian. Nahan BAK atau BAB tidak perlu lama-lama. Pendaki tidak perlu lagi mencari semak-semak atau pohon untuk BAK atau BAB. Selama pendakian saya juga tidak menemui bekas tisu yang dibuang sembarangan atau bau pesing. Bau menyengat hanya tercium saat kita melewati area kawah yang mengandung banyak belerang.
Gunung Papandayan yang terletak di Kab. Garut Jawa Barat, dengan ketinggian 2665 mdpl merupakan gunung aktif yang pernah meletus pada tahun 2002. Gunung ini menjadi lokasi favorit terutama bagi pendaki pemula. Selain lokasinya yang cukup mudah dicapai, jalur pendakian cukup jelas dan di beberapa lokasi telah ditambah tangga dari batu yang memudahkan pengunjung untuk melewati jalur pendakian. Oya, pendaki harus berbagi jalur pendakian dengan sepeda motor. Kalau mendengar suara mesin sepeda motor menderu, lebih baik segera minggir ke sisi jalur yang aman.
Waktu yang ditempuh untuk mendaki dari titik awal pendakian sampai ke area kemah (Pondok Saladah) hanya sekitar 2-3 jam. Tentu saja akan lebih lama kalau diselingi dengan foto-foto karena di sepanjang jalur pendakian pemandangan sangat menarik dan pasti tergoda untuk berhenti dan berfoto. Apalagi di setiap pos istirahat terdapat warung yang menyediakan berbagai jenis makanan, mulai dari gorengan, semangka, pisang dan berbagai jenis minuman.
Area perkemahan berada di Pos Pondok Saladah. Areanya cukup luas dan terdapat fasilitas toilet/kamar mandi yang memadai, bagi yang tahan dingin silakan mandi. Kalau saya cukup cuci muka saja.
Kebetulan saya mengunjungi Gn. Papandayan saat puncak musim kemarau, sehingga suhu di area perkemahan sekitar 10 derajat celcius di malam hari, bahkan lebih dingin lagi menjelang pagi hari. Udara dingin biasanya meyebabkan perut terasa kembung dan masuk angin. Untung saja saya selalu membawa Tolak Angin. Ketika badan sudah mulai menggigil kedinginan, saya segera minum Tolak Angin. Efeknya langsung terasa, badan menjadi lebih hangat dan perut kembung menghilang. Tolak Angin terbukti efektif untuk tolak dingin. Apalagi Tolak Angin mengandung bahan-bahan seperti adas, kayu ules, daun cengkeh, jahe, daun mint dan madu yang juga berkhasiat untuk menyegarkan kembali badan yang pegal-pegal karena kecapaian. Sehingga pagi-pagi ketika saya bangun, badan saya sudah lebih segar.
Pagi harinya, tidak ketinggalan kami menikmati sunrise. Apalah artinya naik gunung tanpa moment sunrise. Namun sayangnya langit sedikit mendung dan berkabut, matahari mulai tampak bersinar ketika sudah agak tinggi. Tapi tetap saja sunrise di atas gunung selalu menjadi saat yang eksotis.
Menjelang siang, kami sudah bersiap-siap untuk turun gunung. Jalur turun berbeda dengan jalur naik, kami akan melewati hutan mati. Area yang cukup luas ini adalah area yang dulunya hutan namun terkena aliran lava ketika gunung meletus tahun 2002. Pemandangan pohon-pohon yang tinggal tersisa batangnya justru menjadi obyek foto yang menarik.
Sekitar jam 1 siang kami sudah tiba kembali di base camp. Pendakian telah selesai, namun keindahan Gunung Papandayan akan menjadi kenangan yang indah. Semoga alam Gn. Papandayan terus terjaga kelestariannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H