Sebenarnya trip ke Raja Ampat ini bukanlah trip dadakan. Kami merencanakannya sejak 3 bulan sebelum keberangkatan. Namun karena banyak pertimbangan dan informasi yang terbatas yang bisa kami dapatkan, akhirnya banyak hal yang kami putuskan di hari-hari terakhir menjelang keberangkatan.
Awalnya kami ingin menjelajah Raja Ampat Utara (Wayag/Piaynemo) dan Selatan (Misool) selama 7 hari. Ketika survei mengenai biaya ke dua tempat tersebut, kami sempat shock, mahal bingitss buat ukuran kami. Bahkan lebih mahal dibandingkan kalau mau wisata ke Jepang. Akhirnya kami memutuskan untuk kali ini hanya area Raja Ampat Utara saja yang akan kami kunjungi. Apalagi cuti liburan yang terbatas, dalam waktu 7 hari bisa saja keliling Raja Ampat, tapi mungkin akan melelahkan dan malah tidak bisa menikmati keindahan alam Raja Ampat.
Meskipun banyak travel agen yang menawarkan open trip keliling Raja Ampat, kami hanya bergabung dengan open trip ketika mengunjungi Piaynemo dan Wayag. Berdasarkan survei kami, kalau sewa kapal sendiri jauh lebih mahal apalagi kalau rombongan tripnya kurang dari 10 orang. Selain karena harga BBM yang mahal, lokasi Piaynemo dan Wayag cukup jauh, perlu waktu 6 jam pp menuju Wayag. Sewa kapal ke Wayag dengan jenis kapal 2 mesin sebesar Rp10-13 juta/kapal yang bisa muat 10-12 orang, sedangkan untuk ke Piaynemo Rp5 juta/kapal.
Pada hari pertama kami sampai di Sorong, kami sudah dijemput oleh operator tur dan langsung bersiap-siap menuju tujuan pertama yaitu ke Telaga Bintang, Teluk Kabui dan Puncak Piaynemo.
Kapal yang dipergunakan bukan kapal umum menuju Waisai, namun kapal private yang muat untuk sekitar 30 orang. Perjalanan selama 2 jam cukup panjang karena saat itu ombak cukup tinggi dan didalam kapal serasa dibanting-banting. Akhirnya kami sampai juga di tujuan pertama, yaitu Teluk Kabui. Pemandangan disini berupa batu-batu besar yang menjulang atau dalam bahasa Inggris disebut sea stack. Batu-batu kapur ini ada yang berbentuk seperti pensil (dikenal dengan nama Batu Pensil), ada juga seperti wajah manusia dari samping (dinamakan Batu Wajah). Setelah berfoto-foto sebentar, perjalanan dilanjutkan menuju Telaga Bintang. Untuk menikmati Telaga Bintang, pengunjung harus naik ke bukit, tidak terlalu tinggi dan sudah ada tangga buatan dari semen, tapi tangganya cukup curam. Sampai di Puncak, barulah pemandangan yang spektakuler terlihat, telaganya berbentuk seperti bintang besar. Kami tidak bisa berlama-lama di puncak, karena area puncaknya sempit, harus bergantian dengan pengunjung lain untuk berfoto.
Bukit Piaynemo adalah rute berikutnya. Ke Raja Ampat tanpa ke Piaynemo, kurang lengkap rasanya. Bukit ini semakin terkenal sejak Pak Presiden Jokowi mengunjungi. Untuk mencapai puncaknya sudah tersedia tangga dari kayu sehingga memudahkan pengunjung, tidak perlu memanjat tebing. Pemandangannya?? Biar foto yang berbicara.
Hari kedua, tujuan kami adalah Puncak Wayag. Pagi-pagi kami harus segera berangkat untuk menghindari ombak tinggi. Tapi tetap saja, diperjalanan kami disambut obak tinggi dan hujan. Kami sudah dihimbau untuk menggunakan sepatu tertutup atau sandal gunung yang tidak licin serta kaos tangan. Karena untuk mencapai puncak Wayag harus menaiki bukit terjal. Benar saja ketika kami sampai di Wayag, dari kapal kami harus melompat ke tebing batu dan langsung memanjat, dengan kemiringan hampir 90°. Jurus spiderman harus dipergunakan untuk menaiki tebing dengan batu-batu lancip. Naik tebing ini tidak lebih dari setengah jam, kalau berhenti istirahatnya tidak lama. Sesampainya di puncak bukit, rasa capek dan perih tangan karena kena batu, langsung terbayar dengan pemandangan indah di Puncak Wayag. Area puncak agak lebih luas dibanding puncak Telaga Bintang, tetap saja kami harus antri di spot foto dengan background bukit-bukit kecil di bawah yang menjadi ikon Wayag. Setelah puas berfoto dan menikmati puncak Wayag, kami kembali turun tebing. Perjalan turun tidak lebih mudah karena posisi badan harus mundur sehingga harus bisa memastikan batu yang akan kita pijak cukup aman. Seringkali saya harus dipandu oleh guide untuk menentukan pijakan, apalagi saat itu sehabis hujan sehingga perlu memilih batu yang tidak licin.
Kami melanjutkan perjalanan untuk makan siang di Pusat Konservasi Hiu di Wayag. Ketika turun dari kapal, hiu-hiu yang jumlahnya cukup banyak sudah menyambut kami. Hiu-hiu itu cukup ramah, bisa berenang di sekitarnya. Setelah puas bermain-main bareng hiu, kami pun kembali ke penginapan. Terjawab sudah kenapa biayanya mahal kalau mau ke Piaynemo dan Wayag. Tapi semua itu tergantikan dengan keindahan alam Raja Ampat.
Cerita perjalanannya sudah panjang, masih ada 5 hari lagi cerita perjalanan di Raja Ampat yang akan dilanjutkan pada tulisan berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H