I. PENDAHULUAN
Pada Senin ( 16 Desember 2024 ) Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subiyanto melantik dan mengambil sumpah Pimpinan KPK pereode 2024 -- 2029. Komisaris Jenderal Polisi Setyo Budiyanto telah mendapat kepercayaan untuk menjadi Ketua Komisi penanggung jawab utama pemberantasan korupsi itu. Namun demikian, terpilih-kembalinya Johanis Tanak sebagai wakil ketua KPK mengindikasikan dua hal, pertama panitia seleksi Calon pimpinan KPK telah mengulang kesalahan fatal pansel pereode sebelumnya yang ngotot meloloskan Firli Bahuri meski publik telah meneriakan penolakannya, kedua pansel jelas telah mengabaikan rekam jejak Johanis yang jauh dari cemerlang. Padahal untuk bisa mengangkat marwahnya yang tengah terpuruk di titik nadir, KPK membutuhkan para pendekar yang memiliki makom integritas dan kapasitas tidak hanya sekedar gemilang tetapi harus mendekati sempurna.
Pada jaman orde lama korupsi dilakukan di bawah meja. Korupsi semakin maju di jaman pak Harto, korupsi dilaksanakan secara lebih terus terang, diatas meja. Orde reformasi dimaksudkan untuk menghambat laju perkembangan KKN, namun realita dilapangan pada orde reformasi awal mejanya malah ikut dikorupsi. Saat ini, korupsi semakin kaffah, uang hasil korupsi plus uang hasil penjualan meja dibagi menjadi tiga, untuk pemberi, penerima dan pihak ke-tiga yakni pihak yang seharusnya menjadi pemberantas korupsi.
Pada masa awal pemerintahan Presiden Prabowo ini, nasib pemberantasan korupsi Indonesia kian mengkhawatirkan. Pada tahun 2023 skor persepsi anti korupsi Indonesia mengalami stagnasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Indonesia memperoleh skor 34 dan peringkatnya merosot dari 110 menjadi 115 (Transparancy International Indonesia, 2023). Jika ditarik ke belakang, skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia saat ini sama dengan saat pertama kali Presiden Jokowi menjabat sebagai presiden pada tahun 2014. Fakta ini menegaskan bahwa selama sepuluh tahun pemerintahannya, presiden Jokowi tidak memiliki kontribusi berarti dalam agenda pemberantasan korupsi, bahkan cenderung membawa kemunduran yang signifikan ( Siaran Pers-Indonesian Corruption Watch, 30/01/2024-17:23).
Dalam pada itu, KPK yang pada mulanya dibentuk karena kejaksaan dan kepolisian tidak efektif dalam pemberantasan korupsi menampilkan unjuk kerja yang terus merosot dari tahun ke tahun. Menurut hasil survey yang dilakukan pada pereode 30 Desember 2023 -- 6 Januari 2024 oleh indikator Politik, 89,3 % warga sangat percaya kepada TNI, Presiden menduduki posisi kedua, sangat dipercaya oleh 86,7 persen dan menyusul dibelakangnya Lembaga kejaksaan agung yang dipercaya oleh 76,2 persen. Kemudian dibawah Kejagung, Polri 75,3 %, Pengadilan 75,2 %, Mahkamah Konstitusi 70,8 % dan KPK berada di posisi terbawah dengan dipercaya hanya oleh 70,3 % warga. Suatu hal yang sangat ironis di mana KPK yang menurut Undang-undang mempunyai hak untuk mensupervisi proses penegakan hukum pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh kejagung dan Polri tetapi memiliki tingkat kepercayaan yang jauh lebih kecil dari pada dua Lembaga tersebut.
II. KELAS-KELAS INTEGRITAS SIVITAS APARATUR NEGARA
Dalam upaya pemberantasan korupsi, kosa kata integritas sepertinya akan terus memenuhi ruang-ruang publik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan atau kejujuran. Jadi integritas adalah sesuatu yang intangible. Pada kesempatan ini demi membuat integritas menjadi lebih tangible dan lebih mudah memahaminya guna diskusi lebih lanjut maka penulis mengelompokannya dalam enam kelas yang berbeda. Adapun klasifikasi tersebut, dengan meminjam istilah derajat kelulusan dari perguruan tinggi luar negeri, adalah sebagai berikut :
Pertama, The First Class Honor Degree of Integrity. Integritas kelas satu dimiliki oleh apparat yang mampu dan berani menolak semua bentuk pemberian baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan pelayanan yang telah diberikan.
Kedua adalah The Second Class Honor Degree of Integrity. Anda berada di kelas ini jika berani menolak segala bentuk pemberian yang terkait dengan layanan yang telah anda berikan. Tidak seperti yang kelas satu, anda masih mau menerima sesuatu dari pihak luar sepanjang pemberian ini tidak berkaitan dengan pekerjaan dinas yang anda tunaikan.