Lihat ke Halaman Asli

Yansean Sianturi

learn to share with others

PNS, Tuan atau Pelayan Masyarakat?

Diperbarui: 25 Maret 2023   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto : PNS. Foto: medcom.id

Gaya hidup mewah keluarga pejabat dan pegawai negeri sedang menjadi sorotan. Isu ini bermula ketika kasus pemukulan terhadap David yang dilakukan oleh Mario Dandy. Publik yang geram akan ulahnya, makin kesal setelah melihat beberapa postingan mobil mewah rubicon termasuk moge di medsos pribadinya. 

Sorotan masyarakat ini kemudian berpindah dan menilisik penghasilan orang tuanya yang ternyata, seorang pejabat PNS di Kementerian Keuangan. Tak hanya itu, publik juga menelusuri gaya hidup dan harta kekayaan seluruh pejabat di lingkungan kementerian keuangan. Hari ini, netizen mulai menyoroti gaya hidup keluarga pejabat pada kementerian lainnya.

Gaya hidup hedonis keluarga para pejabat sebenarnya adalah fenomena gunung di lautan, yang kelihatan baru puncaknya saja. Lemahnya kontrol melekat dari pimpinan sebagai atasan langsung dan inspektorat pengawasan ditengarai sebagai bentuk pembiaran atas penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dilakukan oleh bawahan yakni, oknum PNS. 

Publik juga mulai mempertanyakan efektivitas LHKPN dan Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan  sebagai mekanisme pencegahan korupsi? Apakah koordinasi yang lemah antar lembaga penegak hukum dijadikan peluang oleh oknum PNS untuk melakukan tindakan  dalam hal ini dugaan korupsi?

Para ahli sempat berdebat, bahwa perilaku pungli atau korup disebabkan gaji dan tunjangan yang diterima oleh pegawai itu kecil atau kurang. Muncullah kebijakan untuk menaikkan tunjangan PNS dan kementerian keuangan termasuk salah satu kementerian yang mendapat fasilitas kebijakan tersebut. 

Namun, melihat fenomena perilaku hedon, jelas ini bukan karena kurangnya gaji untuk membiayai kebutuhan hidup. Gaya hidup mewah yang diperlihatkan di medsos bahkan melebihi penghasilan selebritis. 

Besarnya tunjangan yang diterima oleh pegawai tetap akan dirasakan kurang, jika mentalnya memang sudah bobrok dan memilih gaya hidup foya-foya. Pemerintah lupa, bahwa menaikkan gaji atau tunjangan tidak berbanding lurus dengan hidup jujur dan sederhana.

Revolusi mental yang digaungkan saat kampanye oleh Jokowi, belum menyentuh dan merubah pribadi para oknum pegawai negeri sipil untuk hidup jujur dan bertanggung jawab. Sebenarnya gaya hidup seperti ini telah terpola secara turun temurun sejak zaman pemerintah Belanda. 

Dalam bukunya  "Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong (2002)", sejarawan Ong Hok Ham mengatakan bahwa Jejak birokrasi Indonesia dapat dilihat sejak era maskapai dagang VOC yang dulunya korup dan tradisional hingga menjadikan perusahaan dagang tersebut bangkrut. Korupsi pada masa VOC dilakukan oleh atasan hingga bawahan, ditandai dengan hidup foya-foya, pesta dan dansa-dansa. Proses rekrutmen dan kenaikan karir pegawai bukan berdasarkan merit sistem (keahliannya), tetapi pada hubungan dekatnya pada atasan sebagai patron yang harus dilayani. 

Lalu, Daendels mereformasi total birokrasi VOC dan mengganti nama PNS  dengan sebutan "Ambtenaar". Ciri khas dari ambtenaar yaitu berpakaian jas putih-putih, topi helm keras seperti topi baja, dan pergi serta pulang kerja naik sepeda. Jabatan ini menjadi impian dari kebanyakan anak-anak pribumi, karena dipandang bahwa kehidupannya terjamin (Wikipedia.org). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline