Menyambut keputusan terbaru dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuka kembali pelayanan pindah tempat memilih, patut didukung dan diberikan apresiasi. Sebagai bentuk dukungan masyarakat atas pengumuman terbaru KPU ini, pemilih terlihat cukup antusias dan mulai mendatangi KPU di berbagai daerah.
Langkah ini diambil oleh KPU sebagai tindak lanjut dari dikabulkannya uji materi di Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 210 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, terkait pemilih yang ingin berpindah TPS. Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemilih yang ingin pindah memilih (TPS) dapat mengajukannya paling lambat tujuh hari sebelum pencoblosan. Artinya, prosedur pindah memilih dapat dilayani hingga 10 April 2019.
Namun, animo para pemilih tersebut belum dapat diantisipasi secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari aturan teknis pelaksanaan KPU di berbagai daerah terasa masih belum jelas dan tidak seragam.
Kendala ini dikeluhkan oleh para pemilih yang ingin pindah TPS terutama karena faktor pindah tugas dari instansinya pada saat hari pemilihan nanti. Masalah timbul terkait aturan teknis pelaksanaan yang belum bisa membedakan antara pindah tugas dan perjalanan dinas.
Jika ingin pindah TPS karena si pemilih pindah tugas wajar bila KPU meminta persyaratan melampirkan surat pindah tugas dari perusahaan agar tertib administrasi dapat tercapai. Realitas dilapangan selain surat pindah tugas ada juga yang dimintakan lagi surat lain berupa keterangan atau tulisan yang mencantumkan kalimat berada di wilayah pindah TPS yang dituju hingga tanggal 17 April.
Kebijakan KPU setempat ini dapat mengakibatkan pemilih pegawai yang pindah tugas harus melengkapi kembali persyaratan dan tidak bisa selesai proses urus pindah TPS nya pada saat itu juga.
Masalah lainnya, adalah pegawai yang melakukan perjalanan dinas apakah harus dimintakan juga surat perjalanan dinas dari perusahaan? Padahal si pegawai tersebut mungkin saja melakukan perjalanan dinas dalam waktu 1- 14 hari yang sifatnya rutinitas dan tanpa surat perjalanan dinas dari perusahaan. Pegawai tersebut bisa saja berangkat hanya bermodalkan tiket transportasi dan nota hotel karena sudah bersifat rutin tanpa surat perjalanan dinas.
Petugas KPU memberikan saran agar dimintakan surat perjalanan dinas dari perusahaan dan kembali lagi, besok hari. Pegawai tadi merasa keberatan jika harus kembali lagi besok dengan alasan kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Karyawan swasta tersebut juga beralasan merasa tidak enak hati ke pimpinannya di kantor, jika besok harus minta ijin keluar kerja lagi hanya untuk mengurus surat pindah TPS.
Hambatan lain yang dialami oleh masyarakat sebagai contoh adalah saudara Abriyono, penduduk yang telah memiliki e ktp dari kabupaten A dan sedang mengadu nasib berdagang keliling di kota Provinsi B. Bapak Abriyono ini telah tinggal satu tahun di ibukota Provinsi B dan belum punya surat domisili.
Ketika, mendengar berita bahwa dibuka layanan pindah TPS hingga 10 April terlihat gembira, namun terpaksa harus pulang kembali ke rumah dengan hati lesu karena tidak termasuk dalam ketentuan aturan saat ini, yaitu, "hanya untuk pemilih yang sakit, pemilih yang berada di lapas, dan pemilih yang sedang dalam tugas dibuktikan dengan surat penugasan".
Pak Abriyono disarankan dan diberi solusi oleh petugas agar pulang ke daerah asal pada hari "H" nanti, yaitu tanggal 17 April. Bapak Abriyono terlihat sedikit mengeluh karena dipaksa untuk merogoh uang saku, supaya dapat menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang baik turut serta berpartisipasi dalam pesta demokrasi.