Lihat ke Halaman Asli

Yansean Sianturi

learn to share with others

Wacana Capres Alternatif, Layu Sebelum Berkembang

Diperbarui: 5 Agustus 2018   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(kompas.com)

Semakin dekatnya batas akhir pendaftaran Capres 2019 yaitu tanggal 10 agustus 2018, telah menyandera parpol pengusung yang ingin mencalonkan figurnya. Realitanya, hingga hari ini baru ada dua poros koalisi yang sudah pasti akan mengusung capres dan cawapresnya. Bahkan para pakar dan beberapa pengamat politik telah mengeluarkan pernyataan bahwa proses pencapresan telah saling mengunci, sehingga sulit untuk melahirkan koalisi poros ketiga atau alternatif.

Melihat sisa hari pendaftaran dan persyaratan yang tidak mudah untuk mengajukan calon, karena perlu memperhatikan beberapa faktor berikut ini, yakni:

  • Politik, yaitu syarat dukungan 20 persen dari total kursi DPR atau 112 kursi parlemen,
  • Ekonomi, yaitu proses pilpres memerlukan dukungan biaya logistik yang besar,
  • Sosbud, yakni adanya dukungan basis massa yang dapat dilihat dari elektabilitas hasil survey dan tingkat kemungkinan untuk memenangkan pilpres,
  • Hankam, faktor figur kepemimpinan calon presiden atau wapres yang diyakini dapat diterima semua pihak dan mampu menjaga keamanan untuk melanjutkan pembangunan nasional.

Maka, hampir dipastikan sulit untuk memunculkan capres alternatif dan otomatis memupuskan harapan terbentuknya koalisi poros baru/tengah/ketiga atau apapun namanya. Konsekuensi atas hal ini, parpol yang tidak terakomodasi capres maupun cawapresnya akan melakukan proses koalisi secara terpaksa atau kemungkinan lain, yaitu berpindah koalisi. Jika ikut mendukung dan ternyata menang dipilpres, situasi ini tetap tidak aman karena dapat menimbulkan gangguan keharmonisan koalisi dikemudian hari.

Benih potensi konflik telah ada sebelumnya pada internal koalisi parpol yaitu calon dari parpolnya tidak terakomodasi. Tidak mengherankan, jika ada istilah "tidak ada koalisi oposisi permanen, maupun sebaliknya partai pendukung yang abadi". Semua parpol akan bertitik-tolak pada kesempatan untuk dekat pada kepentingan kekuasaan yaitu pemerintahan dengan manisnya gula-gula sumber daya yang dimilikinya.

Selain faktor modal di atas, kesulitan terbentuknya capres alternatif karena belum adanya platform dan tujuan koalisi yang jelas diantara para parpol yang telah mewacanakan hal ini sebelumnya. Padahal, jika idealisme, platform dan tujuan koalisi sudah terang dan jelas, parpol tersebut bisa saja membangun kekuatan dan memberikan pendidikan politik baru bagi bangsa ini.

Keadaan ini mengakibatkan parpol yang berwacana membentuk capres alternatif kembali terjebak pada kepentingan pragmatis semata yaitu ikut pada calon yang kira-kira akan menang sehingga bisa mendapatkan coattail effect (mendongkrak raihan kursi di parlemen). Koalisi yang ingin memunculkan capres alternatif terlihat belum kompak dan belum bisa mengeksplorasi isu-isu terkini diluar Jokowi dan Prabowo.

Parpol yang sebelumnya telah mewacanakan capres alternatif telah menghitung kemungkinan kerugian yang lebih besar jika harus memaksakan keinginannya, sehingga pepatah "pohon layu sebelum berkembang" pantas disematkan untuk wacana capres alternatif ini. Apakah masih ada harapan berupa keajaiban terbentuknya koalisi ini, pada last minute?

salam demokrasi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline