Lihat ke Halaman Asli

UN, Kecurangan, dan Karakter Bangsa

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari ini adik-adik kita yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) melaksanakan Ujian Nasional (UN) hari yang pertama, setelah pada tanggal 13-16 April yang lalu berlangsung UN untuk kakak kelas mereka di tingkat SMA/SMK Sederajat. Pada pelaksanaan UN untuk SMA/SMK Sederajat didapati berbagai persoalan seperti siswa menyontek hingga bocornya soal di internet. Tidak ingin kecolongan, panitian UN SMP berupaya keras mengantisipasi kecurangan yang terjadi.

Sepertinya UN dan Kecurangan menjadi suatu “pasangan” dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sepertinya ,sejauh ingatan saya, setiap kali digelar “hajatan” UN untuk berbagai tingkat selalu saja dibarengi berita kecurangan dengan berbagai bentuk mulai dari saling mencontek, kebocoran soal, dsb. Alhasil, UN identik dengan kecurangan.

Dulu UN dijadikan sebagai salah penentu kelulusan, maka banyak siswa dihantui rasa cemas dalam menghadapi UN. Mungkin, karena digunakan sebagai faktor penentu kelulusan maka banyak pihak memanfaatkan situasi tersebut. Maka, terjadilah berbagai praktik kecurangan baik yang dilakukan perseorangan, kelompok, bahkan sudah terorganisasi demi keberhasilan menghadapi UN.

Tahun ini Menteri Pendidikan, Anies Baswedan, menegaskan bahwa UN tidak lagi sebagai penentu kelulusan. Dari pernyataan tersebut semestinya telah memberikan kelegaan yang besar bagi semua orang yang terlibat dalam UN, khususnya siswa yang menjalaninya. Hal itu juga berarti, siswa tidak perlu susah payah mencari bocoran soal demi lulus ujian.

Ironisnya, berita kecurangan masih saja muncul di media massa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Un bukan lagi penentu kelulusan, lalu untuk apa berbuat curang? Inilah yang membuat saya tidak habis pikir. Seruan pelaksanaan UN dengan menjunjung tinggi KEJUJURAN hanyalah isapan jempol belaka. Kejujuran pelaksanaan hanya terjadi di atas kertas Pakta Integritas yang diisi oleh pengawas dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas ujian dan siswa yang melaksanakan. Namun, masih banyak tindakan yang tidak mencerminkan hal tersebut.

Sempat terlintas dalam pikiran saya “Kapan pelaksanaan UN berlangsung tanpa kecurangan? Atau justru praktik kecurangan akan selalu menemani jalannya UN?”.

Pikiran saya tersebut mengingatkan saya akan beberapa wacana beberapa tahun terakhir ketika didengungkan pendidikan berkarakter. Ketika itu disosialisasikan beberapa nilai karakter luhur bangsa Indonesia. Pikiran iseng saya mengatakan “jangan - jangan ada yang terlewat ketika menetapkan nilai karakter luhur bangsa Indonesia? Jangan - jangan curang (kecurangan) merupakan salah satu karakter bangsa kita?”. Ahaa dan saya sadar saya masih orang Indonesia… curangkah saya?Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline