Lihat ke Halaman Asli

Badriah Yankie

Menulis untuk keabadian

Membaca untuk Investasi

Diperbarui: 30 Januari 2020   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siswa SMAN 2 Cianjur menyiapkan membaca masif di lapangan sekolah | Foto: Dokumentasi Pribadi

Membaca menjadi elemen penting bagi guru dan siswa. Kedua individu akademik ini setiap harinya kontak langsung dengan kegiatan reseptif. Reseptif dalam arti memberikan asupan pada pikiran agar terus hidup dan berkembang. Pikiran dan otak yang tidak dipakai tidak akan berkembang, seperti seloroh para komikus di bawah ini.

Pada sebuah otopsi akibat korban virus Corona, terdapat dua korban yang meninggal. Peneliti menganalisa bangsa apa yang menjadi korban. Dia menyimpulkan bahwa jasad pertama orang Jepang dan jasad kedua orang Indonesia. Para mahasiswa yang mendengar kesimpulan peneliti ahli ini amat heran. Kata si peneliti mudah saja membedakan bangsa pada kedua jasad ini.

Sudah pasti yang pertama orang Jepang karena otaknya rusak, aus, terlalu banyak dipakai. Sedangkan yang satunya lagi, pasti orang Indonesia karena otaknya  masih utuh,  tidak pernah dipakai.

Gurauan ini mengandung sindiran. Orang Indonesia otaknya tidak pernah dipakai. Tentu hal ini tidak terlalu salah. Otaknya bukan tidak pernah difungsikan, tetapi pemakaiannya tidak optimal. 

Sebagai contoh, ketika siswa bersekolah, mereka hanya menyimak dan disuapi oleh guru. Ketika diberi latihan soal, guru membantu siswa dengan arahan yang menuju pada jawaban. Dengan kata lain tidak perlu menggunakan otak. Padahal yang seharusnya adalah menganalisis mengevaluasi dan menciptakan sesuatu berdasarkan hasil pembelajaran.

Kegiatan membaca merupakan salah satu aktivitas yang membuat otak bekerja. Membaca membuka kesempatan atak untuk berkomunikasi antar gagasan. Komunikasi antar gagasan yang dilakukan pembaca dengan penulis terjadi di level analisis dan evaluasi. 

Pembaca yang kritis ketika ada kontak dengan bahan bacaan pikirannya langsung melakukan kerja. Kerja otak tentu beda dengan kerja fisik. Kerja otak ditandai dengan aktivitas yang menurut Taksonomi Bloom disebut kegiatan kognitif. 

Kegiatan tersebut diawali dengan memahami, kemudian mengingat apa yang dibaca, kemudian mengaplikasikan yang dipahami dari bacaan ketika dapat dikaitkan dengan kehidupannya secara pribadi. 

Selanjutnya adalah kegiatan evaluasi. Kegiatan evaluasi merupakan tingkatan kerja pikiran yang menuntut berpikir kritis. Aktivitas kognitif yang dimulai dari memahamkan diri sendiri sampai dengan menganalisis dan mengevaluasi membuat otak bekerja. Kerja otak seperti inilah yang akan membuat otak tidak akan utuh, dalam arti tidak dipakai seperti guruan komikus di atas.

Menurut Taksonomi Bloom ada enam aktivitas otak yang membuat otak bekerja secara optimal. Keenam kegiatan ini berlaku pada seluruh manusia. Tidak terbatas pada apakah dia bersekolah di SD SMP atau SMA, universitas atau bahkan tidak sekolah sama sekali. 

Semuanya sama, keja otak secara kognitif melibatkan kerja otak dalam enam tingkatan. Keenam tingkatan berpikir tersebut adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline