Lihat ke Halaman Asli

Badriah Yankie

Menulis untuk keabadian

Ngabuburit, Tradisi Menunggu Saat Berbuka Puasa Khas Cianjur

Diperbarui: 9 Mei 2019   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat menggunakan truk terbuka untuk menuju alun-alun Cianjur (Dokpri)

Kota Cianjur terkenal sebagai kota santri dimana para penduduknya menikmati bulan puasa dengan cara tersendiri. Ada keterkaitan yang tidak terpisahkan antara sejarah lahirnya kota Cianjur dengan tradisi berpuasa yang dilaksanakannya.

Mengacu pada sejarah, Cianjur disebut kota santri karena pendiri kota Cianjur tiada lain adalah seorang santri yang belajar keagamaan di Cirebon. Untuk kepentingan menyebarkan ilmu agama, maka santri bernama Raden Jayalanana meninggalkan kota kelahirannya dan membuka pesantren baru di daerah Cikundul Cianjur. 

Agama Islam sebagai agama baru ternyata diterima dengan baik oleh penduduk setempat, bahkan banyak penduduk dari luar daerah datang untuk belajar keislaman di Cikundul. 

Terhitung lebih dari 3.000 orang yang menjadi pengikutnya. Sesuai aturan masa itu, siapapun yang memimpin sebuah tempat dengan jumlah penduduk yang diayominya 3.000 orang maka otomatis menjadi Dalem. Raden Jayalanana kemudian menjadi Dalem Cikundul dengan gelar Raden Aria Wiratanu.

Berkembangnya Cianjur terkait erat dengan Dalem atau pemimpin daerah setara bupati yang menjadi pemimpin Cianjur. Dalem pertama adalah seorang santri yang kuat ibadahnya. Kondisi ini berlanjut secara turun temurun sampai ke dalem-dalem selanjutnya yang memimpin Cianjur.

Bulan puasa atau dikenal dengan sasih saum bagi orang Cianjur merupakan bulan yang ditunggu-tunggu. Kata saum diambil dari Bahasa Arab shaum kemudian menjadi kata pinjaman yang dipakai sehari-hari yang bermakna puasa. Alasan bulan puasa ditunggu dan dirindukan karena secara turun temurun menjadi folklore yang beredar di masyarakat bahwa pada bulan puasa setan diringkus, sehingga manusia bisa berbuat baik selama bulan puasa dengan sempurna. 

Selain itu, setelah puasa berakhir, siapapun yang berpuasa dengan ikhlas akan seperti lahir kembali, ibarat bayi. Iming-iming lahir kembali menjadi orang bersih, dan setan diikat, membuat masyarakat Cianjur berpuasa dengan sangat sungguh-sungguh. Bahkan anak-anak usia 5 tahun pun sudah dikenalkan dengan puasa. Caranya sama, yakni menahan makan dan minum. Tetapi semampunya. Jika mampu sampai pukul 8 pagi, maka dia boleh berbuka, setelah itu niat lagi melanjutkan puasanya.

Pada saat berpuasa godaan yang paling berat adalah rasa haus dan lapar. Untuk menghindari diri dari memikirkan makan dan minum, maka masyarakat Cianjur memiliki tradisi ngabuburit.

 Ngabuburit diambil dari kata burit. Burit artinya sore sekitar pukul 5 ke atas, atau menjelang magrib. Ngabuburit adalah kegiatan yang menunggu waktu buka puasa yang datangnya pada waktu burit atau pada waktu sore. Setiap kampung memiliki cara masing-masing untuk menunggu magrib. Pada tulisan ini akan dicontohkan ngabuburit yang dilakukan masyarakat kota Cianjur, yaitu masyarakat yang tinggal di pusat kota Cianjur.

Masyarakat kota Cianjur memiliki gaya ngabuburit yang kurang lebih sama dengan masyarakat Cianjur di wilayah lainnya. Mereka meninggalkan rumah setalah shalat ashar. Bermacam-macam cara yang digunakan sehingga keluar dari rumah. Untuk masyarakat sekitar kota Cianjur, sebagian dari mereka berangkat dan pulang dengan menggunakan kolbak buntung, atau truk terbuka. Tujuannya untuk hiburan dan membangun kebersamaan. Sebagian lagi ada yang berangkat dengan menggunakan kendaraan sendiri, atau bisa juga naik angkot.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline