Lihat ke Halaman Asli

Badriah Yankie

Menulis untuk keabadian

Untuk Bahagia Selamanya, Pasangan Nikah Dini Jangan Berhenti Sekolah

Diperbarui: 17 April 2018   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pernikahan dini.(Unicef)

Hari ini adalah hari kedua, sekaligus menjadi awal perubahan status dan tanggung jawab bagi pasangan nikah dini yang masih tercatat sebagai siswa SMP di Bantaeng Sulawesi Selatan. Calon pengantin perempuan "keukeuh" memaksa menikah karena takut tidur sendiri. Pemilihan alasan menikah yang terdengar kurang lazim. Semakin tidak lazim lagi, karena pernikahan itu sendiri pada akhirnya dikabulkan.

Ketidaklaziman keputusan menikah yang dilakukan pasangan muda di atas, bukan berarti pernikahan tersebut terancam miskin rasa suka dan kurang bahagia. Pasangan yang masih hijau ini, tentu sangat bahagia dan menjalani peran sebagai suami dan istri dengan sempurna, salah satunya sesuai dengan alasan utamanya yaitu dapat saling menemani ketika tidur.

pinterest.com/yaloharullo

Sebagai orang tua, kita seyogianya membantu mereka meraih suka dan bahagia selamanya. Sekali pun secara kedewasaan dan umur, belum lagi mereka peroleh, namun karena telah ada ikatan sakral, dengan sendirinya mereka harus mengemban status perkawinan dengan mendewasakan diri.

Masalahnya, kedewasaan diri tidak datang sendiri seiring bertambah usia. Pendewasaan diri bisa diperoleh melalui cara dibina, dilatih, dan dibimbing seperti yang ditemukan pada pendidikan formal. Untuk pasangan nikah dini ini, pintu pendidikan formal bagi mereka masih terbuka sangat lebar. 

Pendidikan formal menjadi penting bagi pasangan nikah dini ini, di antaranya untuk memberikan kesempatan kepada mereka mendapatkan ijazah dan dengan itu mereka bisa bekerja serta mendapatkan penghasilan.

Seorang suami yang berusia 15 tahun, berdasarkan umur, dia masih belajar bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Dengan memiliki istri, dia harus pula bertanggung jawab atas sandang, pangan dan papan bagi dia dan istrinya. Disukai atau tidak, secara finansial anak usia 15 tahun belum memiliki kemapanan secara ekonomi. Pada masa-masa awal pernikahan, mereka bisa saja dibantu dengan cara diberikan sumbangan. Namun, menjadi tidak mendidik jika rumah tangganya selamanya bergantung pada penderma. 

Melalui pendidikan baik suami ataupun istri pasangan muda ini, secara perlahan memberdayakan dirinya sebagai pasangan yang terdidik. Suami terdidik, mampu mengurusi dirinya, istrinya, juga rumah tangganya. Istri yang yang terdidik, selain mampu mengurusi rumah tangga, akan pula menjadi ibu unggul yang tahu cara mendidik anak. Anak yang dididik ibu terdidik kelak menjadi anggota masyarakat yang memiliki jati diri dan sikap yang jelas. 

Menikah, bagi pasangan nikah-dini, bukan berarti akhir dari segala upaya meningkatkan pengetahuan dan perolehan pengakuan pendidikan secara formal. Saat ini, bagi pelaku nikah dini, pemerintah Indonesia menyediakan sekolah yang diasumsikan mampu menjadikan warga negaranya memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai warga negara produktif. 

Sekolah terbuka membuka kesempatan hampir tak terbatas bagi pencari kursi pendidikan formal. Hadirnya sekolah terbuka memberikan kesempatan kepada warga negara Indonesia untuk mendapatkan hak memperoleh pendidikan tanpa terhalangi oleh status kawin.

Bagi pasangan nikah dini, memanfaatkan layanan sekolah terbuka merupakan pilihan tepat.

Dengan bersekolah, mereka memperpanjang masa remaja yang dikhatamkan terlalu awal, pada saat yang sama juga membuka cakrawala dan ruang gerak pemikiran berdasarkan berbagai masukan edukatif yang menuntunnya menjadi pribadi dewasa dan efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline