Lihat ke Halaman Asli

Badriah Yankie

Menulis untuk keabadian

Guru Dapat Mengubah Hidup Siswa

Diperbarui: 5 Januari 2018   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Hari pertama mengajar di kelas 10 SMA pada semester 2 tahun 2018, saya awali dengan mengenalkan lifetime limeuntuk menyampaikan materi ajar Biografi. Seharusnya yang dikenalkan pada siswa adalah biografi orang terkenal sehingga mampu menginspirasi dan memberikan kesempatan pada siswa untuk melihat bagaimana seseorang seolah mendapatkan keabadian hidup karena namanya tidak pernah mati seperti para penyair,  sastrawan dan penemu.

Mengenalkan bagaimana seorang remaja bernama Anne Frank yang meninggalkan jejak hidupnya setelah tidak berhayat melalui diary, tidak saya lakukan karena materi ajar yang direncanakan diberikan dengan power point tidak dapat dilaksanakan akibat ketiadaan listrik. Sebagai gantinya, saya menceritakan diri saya sendiri.  

Saya percaya bahwa setiap orang merupakan persona unik, berbeda, dan memiliki sisi yang mungkin tidak dikenal orang lain. Maka, mulailah saya berbiografi lisan dengan bantuan time line yang ditulis di papan tulis.

Life time Line dimulai dengan titik penanda kapan saya lahir dan bagaimana kisah unik hidup seorang guru yang selama ini dianggap semuanya mengalir ibarat berganti-gantinya hari tanpa ada aral. Sambil membuat titik awal penanda hidup pada papan tulis,  dari sana pula siswa mendengar bahwa gurunya hanya berSD selama 4 tahun. 

Tuhan merencanakan waktu singkat di SD, karena ada tahun-tahun di depan yang harus dilaluinya dengan tempat yang sangat berbeda dengan anak-anak lainnya.

Mulai SD, begitu kata saya sambil membuat titik baru dibubuhi tahun, saya merasakan sakit kepala. Tapi karena sering datang sakitnya, dianggap bagian dari keseharian.  Lagipula, untuk anak seorang petani,  sakit sedikit tidak boleh berkeluh kesah. 

Maka, sampai SMP, sakit itu semakin berjaya di kepala, ia bahkan dengan kejam dan dalam senyap merenggut penglihatan mata kiri secara perlahan-lahan. Saya seperti memiliki dewa pembunuh yang tumbuh di dalam diri saya. Dewa itu, kata dokter bernama retina blastoma yang sanggup merenggut awas mata anak kecil tanpa belas kasih. 

Saya membuat titik baru lagi, menggambarkan  garis hidup yang terus berjalan tapi kini dengan paksaan menerima cara menjalani hidup yang sangat berbeda.  

Perbedaan itu karena dokter menjatuhkan vonis bahwa tiada pilihan selain buang bola matanya agar selamat satu bola penglihatan lainnya. Bola mata itu menggelinding ke waskom dokter bedah dan meninggalkan nganga  soket mata tempat dimana seharusnya ia berada. 

Bola mata yang meninggalkan soket itu meninggalkan luka fisik dan psikis. Secara fisik,  nganga soket mata tidak sembuh dalam 1 hari, namun puluhan bahkan ratusan hari. 

Secara psikis, nganga soket mata itu mendatangkan sakit diantara dada dan ulu hati  akibat ejek, olok, dan hina dari mulut-mulut tanpa kasih. Sebagai orang yang kehilangan satu bola mata, sakitnya digenapkan dengan cercaan, cacian, hinaan tanpa sebab. Sangat aneh memang cara manusia menikmati rasa suka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline