Rencana pemerintah DKI Jakarta untuk mengintegrasikan bus-bus umum seperti Kopaja dan APTB dengan Transjakarta menghadirkan dilema. Pada satu sisi, banyak keuntungan yang bisa didapatkan baik oleh pengguna bus umum dan operator bus umum, pada sisi lain masih ada kekurangan-kekurangan dalam operasional di lapangan yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan dari sisi pengguna bus umum.
Rencana perintegrasian ini dicanangkan pada tahun 2015 lalu oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Rencana ini di targetkan untuk selesai sepenuhya pada April atau Mei 2016 seperti yang dikatakan oleh Direktur Utama PT Transjakarta Budi Kaliwono. Diharapkan dengan adanya perintegrasian ini, masyarakat akan banyak yang beralih untuk menggunakan bus umum dan mengurangi penggunaan mobil pribadi. Bila terjadi, ini bisa membantu mengurangi kemacetan yang terjadi secara terus-menerus di jalanan Jakarta dan tentunya ini akan menjadi sebuah keuntungan besar bagi semua pengguna jalanan Jakarta. Ini berarti bahwa sebentar lagi, kita akan melihat secara nyata perintegrasian ini (Yusuf, 2016).
Malahan, sekarang kita telah melihat terjadinya wacana tersebut. Bila pembaca sering melewati jalur Ragunan – Dukuh Atas atau sering melewati Jalan Sudirman arah Bunderan HI, ada banyak bus-bus kecil berwaranakan putih biru dengan tulisan Transjakarta yang adalah bekas dari bus-bus Kopaja AC yang sebelumnya sudah dikenal oleh pengguna bus tersebut. Bahkan, setelah Kopaja, ada beberapa perusahaan bus umum lainnya yang juga tertarik untuk bergabung dengan Transjakarta. Beberapa perusahaan ini termasuk Mayasari Bakti, Steady Safe, Pancaran Darat Transport, Sinar Jaya, dan United Auto 90. Pemerintah juga menargetkan perusahaan bus umum seperti Metro Mini, Koantas Bima, dan sebagainya untuk masuk terintegrasi juga dengan Transjakarta (Ali, 2015).
Keuntungan yang Diberikan
Integrasi ini memberikan keuntungan-keuntungan baik bagi para operator bus umum dan khususnya kepada para pengguna bus umum. Seperti yang diucapkan oeh Ahok tahun 2015 lalu, untuk para operator bus umum yang diintegrasikan, akan ada insentif yang diberikan dalam bentuk pembayaran per kilometer. Jadi walaupun tidak atau sedikit penumpang, bus tetap akan dibayar. Tidak hanya itu, operator bus umum ini akan difasilitasi dengan bus-bus baru yang bisa dicicil dengan kredit.
Ahok berpendapat bahwa insentif ini akan menarik pemilik operator bus umum karena akan lebih menguntungkan buat mereka. Apabila dengan kondisi keadaan bus yang ada sekarang, masyarakat masih mau menggunakan bus umum, apalagi kalau busnya menjadi lebih bagus dan lebih teratur.
Keuntungan yang lain adalah Ahok juga mengatakan bahwa pengguna hanya akan dikenakan biaya yang dipukul rata yaitu sebesar Rp 3,500 sekali naik. Jelas ini menguntungkan untuk pengguna bus umum karena harganya yang lebih murah dari angkutan umum biasa dan diterapkan kepada semua operator bus yang diintegrasikan. Jadi, pengguna hanya perlu membayar sekali untuk semua jenis bus. Ini tentu memberikan pilihan lebih kepada para pengguna bus umum karena mereka bisa naik semua bus tanpa harus membayar lagi. Pengguna pun bisa lebih cepat sampai tujuan dan penumpukan penumpang di halte pun bisa berkurang sehingga kenyamanan pengguna bus bisa bertambah.
Kekurangan yang Perlu Diperhatikan
Namun, pengintegrasian ini tidak tanpa kekurangannya sendiri. Kekurangan ini perlu diperhatikan juga oleh pengguna transportasi bus umum karena dampak dari masalah ini bisa mempengaruhi kenyamanan para pengguna.
Kekurangan yang pertama adalah kurangnya sosialisasi atas pengadaan bus yang baru ini. Menurut Detik.com, pada saat bus kopaja baru ini ada, banyak penumpang yang bingung dan ragu untuk naik bus ini karena mereka tidak tahu rutenya dan pada saat itu, di halte buswaynya tidak ada spanduk atau pemberitahuan apa-apa. Di jendela busnya pun tidak tertulis jurusan apa yang dilayani oleh bus tersebut. Sebenarnya, bus ini bisa membantu sekali untuk orang-orang yang mungkin menuju jurusan yang dituju, namun karena tidak ada sosialisasi, banyak orang yang tidak tahu dan mereka menjadi tidak terbantu untuk bisa pulang lebih cepat (Dariyanto, 2015).
Kekurangan kedua adalah berkurangnya rute yang biasa ditempuh bus yang biasanya. Seperti yang terjadi kepada bus Kopaja AC P20 yang melayani rute Lebak Bulus – Dukuh Atas, sejak terintegrasi dengan Transjakarta jadi hanya melayani rute Ragunan – Dukuh Atas. Padahal rute Lebak Bulus – Dukuh Atas banyak peminatnya karena penumpang tidak perlu berganti kendaraan lagi untuk mencapai tujuan akhir. Masalah ini membuat penumpang reguler yang biasa melewati jalur tersebut menjadi lebih susah dan tidak nyaman karena mereka akhirnya harus naik bus umum Kopaja 20 non-AC. Mereka harus berhimpit-himpitan dan berpanas-panasan, tidak senyaman kalau naik Kopaja AC.