Lihat ke Halaman Asli

Palekko

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Dibaca seperti saat mengatakan lembut, lemah. Menurut penuturan beberapa kawan, makanan yang terbuat dari bebek ini berasal dari Sidrap atau Sidenreng Rappang, yang berarti "menuju Rappang". Rappang sendiri adalah sebuah kota tua sekitar 1,5 jam dari Pare-Pare.

Sidrap merupakan kota pertanian, karena memiliki lahan persawahan yang luas dibandingkan kota pesisir lainnya. Tidak heran, jika muncul variasi kuliner berbahan daging bebek dari kabupaten ini. Bahkan ada juga yang menyebutkan jenis makanan dari burung Belibis yang kerap terlihat di area persawahan.

Seperti halnya di Jawa, bebek banyak dipelihara oleh petani di lahan persawahannya. Berbeda dengan peternak di Jawa, bebek lebih diarahkan untuk produksi telurnya. Sedangkan di Sidrap, banyak peternakan bebek yang fokus untuk suplai dagingnya. Oleh karena itu, terbilang sulit untuk menemukan telur asin di Sidrap dan Pare-Pare.

Palekko sendiri dapat didefinisikan sebagai potongan daging bebek yang disertai bumbu pedas. Salah seorang kawan pernah berkomentar, kesulitan saat menikmati Palekko adalah banyaknya tulang bebek yang menyertai makanan tersebut. Menurut warga sekitar, justru mengigit daging bebek di sela-sela tulang adalah seni dari menikmati Palekko itu.

Setidaknya 3 kali saya menikmati Palekko dengan variasi rasa yang berbeda.
Pertama, Palekko yang dihidangkan oleh mertua dari sepupu yang tinggal di Sidrap. Menurut sang juru masak, beliau menggunakan resep rica-rica untuk mendapatkan rasa pedas dari hidangan bebek itu. Tentu ditemani oleh acar yang bertujuan menghilangkan aroma amis dari daging bebek. Tetapi aroma amis tersebut tidak terasa jika diolah oleh orang yang faham caranya dan pedasnya Palekko mampu menghilangkan aroma amis itu sendiri.

Kedua, Palekko di rumah makan Dua Putri, Pare-Pare. Terletak di perbukitan pinggiran kota Pare-Pare. Sayangnya tampilan dan rasanya tidak sesuai harapan saya. Karena lebih mirip rendang ketimbang Palekko versi pertama.

Ketiga, Palekko di rumah makan Amay.
Terletak di jalur antara Pare-Pare dan Pinrang, palekko ini cukup sesuai dengan cita rasa yang saya inginkan. Cukup pedas dan dagingnya terbilang empuk. Selain itu, lokasinya tidak jauh dari proyek yang sedang saya selesaikan, memaksa saya beberapa kali mengunjunginya selama sepekan terakhir.

Rasa-rasanya belum ada resto di Jakarta yang menyajikan Palekko ini. Mungkin akan pesaing warung bebek yang sedang menjamur di Jakarta, jika saya membuat waralaba palekko presto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline