Lihat ke Halaman Asli

Jan Christoforus D.

Mahasiswa-Universitas Kristen Indonesia

Akankah Prabowo Mematikan Otonomi Daerah?

Diperbarui: 10 Januari 2025   12:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekretariat Negara

Masa depan otonomi daerah di Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diprediksi akan menghadapi tantangan besar akibat adanya kecenderungan resentralisasi yang semakin menguat. Otonomi daerah yang sebelumnya menjadi salah satu pilar reformasi di Indonesia, kini terancam oleh berbagai kebijakan yang mengarah pada penguatan kontrol pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Salah satu kebijakan yang mencerminkan arah resentralisasi ini adalah keputusan Menteri Koordinator Pangan, Zulkifli Hasan, yang menarik pengelolaan penyuluh pertanian ke pemerintah pusat. Kebijakan ini diambil dengan alasan untuk mendukung program swasembada pangan, namun di sisi lain, langkah ini dianggap mengurangi peran dan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola sektor pertanian yang seharusnya menjadi domain mereka. Selain itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga mengeluarkan kebijakan yang memindahkan peneliti dari daerah ke pusat mulai Januari 2025. Kebijakan ini dinilai mengurangi kapasitas daerah dalam pengembangan riset lokal yang relevan dengan kebutuhan wilayah masing-masing. Fenomena ini memperlihatkan bahwa pemerintah pusat semakin mendominasi pengambilan keputusan strategis yang sebelumnya menjadi kewenangan daerah, sehingga menciptakan ketimpangan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

            Munculnya calon kepala daerah yang didukung oleh Koalisi Indonesia Maju menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya keberpihakan pemerintah pusat terhadap daerah tertentu. Fenomena ini berpotensi mengurangi independensi daerah dalam menentukan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini diperparah dengan wacana perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Prabowo beralasan bahwa mekanisme ini akan lebih efisien dan mengurangi biaya politik yang besar, namun banyak pengamat berpendapat bahwa usulan ini dapat menggerus prinsip demokrasi dan hak politik rakyat. Pemilihan kepala daerah secara tidak langsung berpotensi memperkuat dominasi elit politik dan mengurangi akuntabilitas kepala daerah terhadap masyarakat. Jika wacana ini direalisasikan, maka ruang partisipasi publik dalam menentukan pemimpin daerah akan semakin sempit dan memperkuat cengkeraman pusat atas daerah. Hal ini bertentangan dengan semangat desentralisasi yang diamanatkan oleh konstitusi, di mana daerah diberikan kewenangan luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri demi mempercepat pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

            Kekhawatiran akan resentralisasi ini juga disuarakan oleh berbagai pakar dan pengamat kebijakan publik. Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan, menilai bahwa kecenderungan resentralisasi ini sudah terlihat sejak pemerintahan sebelumnya, dan ia mengkhawatirkan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran akan memperkuat favoritisme dalam distribusi proyek nasional. Menurutnya, otonomi daerah yang dijamin oleh konstitusi harus tetap dijaga dan dilindungi dari kebijakan yang sentralistik. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, bahkan menyebut bahwa langkah-langkah resentralisasi ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi desentralisasi yang selama ini diperjuangkan.

            Jika pemerintah terus menerapkan kebijakan yang mempersempit ruang gerak daerah, maka upaya pemberdayaan daerah untuk mengelola sumber daya dan menentukan arah pembangunan akan terhambat. Di sisi lain, pemerintah pusat harus menyadari bahwa keberhasilan pembangunan nasional tidak hanya bergantung pada pusat, tetapi juga pada kemampuan daerah dalam mengelola potensi lokal secara optimal. Maka dari itu, perlu adanya keseimbangan antara pengawasan pusat dan kemandirian daerah agar pembangunan dapat berjalan secara harmonis dan merata di seluruh Indonesia. Jika kecenderungan resentralisasi ini tidak dikendalikan, bukan tidak mungkin otonomi daerah yang selama ini menjadi tonggak demokrasi lokal akan mengalami kemunduran signifikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline