Lihat ke Halaman Asli

Yana Haudy

TERVERIFIKASI

Ghostwriter

Takut Bicara di Depan Umum, Public Speaking yang Menurun Dilekang Zaman

Diperbarui: 13 Agustus 2024   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi public speaking diolah pribadi

Sering kita temui ada orang yang mengutarakan saran dan pendapatnya di warung kopi, arisan, pengkolan, atau tongkrongan dengan menggebu-gebu, tapi waktu diminta bicara di forum resmi, kicep.

Saya juga sering menemukan orang seperti itu. Dari tahun ke tahun makin banyak orang yang tidak berani bicara di depan umum. Mereka memilih menyampaikan pendapat ke orang lain lalu orang lain itu menyampaikannya ke orang lain lagi. Begitu terus sampai menemukan orang yang berani menyampaikan pendapat itu ke suatu forum. Ini jadi seperti pesan berantai dan saat sampai ke tujuan pesan itu sudah berubah.

Forum yang dimaksud bukan seperti kongres parpol atau dengar pendapat DPR, melainkan rapat kantor, karang taruna, paguyuban, kerukunan tani, dan sebagainya yang berada di skala kemasyarakatan.

Meski berbasis online dan "cuma" aplikasi chatting, grup WhatsApp bisa dibilang forum resmi karena beranggotakan orang-orang yang punya kesamaan minat, pandangan, dan kepentingan. Jajak pendapat, tukar ide, diskusi, dan pengambilan keputusan sering dilakukan di Grup WhatsApp untuk mencapai kesepakatan bersama.

Di psikologi orang yang takut bicara di depan umum dikenal dengan istilah glossophobia atau fear of public speaking. Namun, nyatanya orang takut bicara depan umum lebih banyak disebabkan hal lain, bukan karena mengidap glossophobia. Salah satunya karena dipengaruhi teknologi komunikasi dan internet.

Internet dan Public Speaking

Kemampuan public speaking di masa sekarang menurun dibanding masa ketika internet belum ada. Kemudian menurun lagi sekarang saat internet dan medsos sudah jadi bagian hidup kita.

Kita terbiasa menonton, mengamati, dan berinteraksi melalui layar yang membuat kita jadi lebih suka mempraktikkan model komunikasi pasif meskipun banyak komentar medsos yang agresif.

Andaipun ngobrol dengan orang di medsos wajah dan ekspresi kita tidak kelihatan karena interaksi cuma sebatas tukar kalimat, bukan tatap muka. Tambahan lagi filter bubble internet membuat kita hanya melihat dan mendengar yang kita sukai. Ini bikin cakrawala pikiran dan wawasan kita menyempit.

Filter bubble adalah isolasi intelektual saat algoritma di peramban, website, atau media sosial menyajikan informasi berdasarkan lokasi dan riwayat penelusuran pengguna. Jadi yang muncul saat kita masuk ke internet cenderung itu-itu saja berdasarkan apa yang pernah kita lihat.

Terbiasa mendapat asupan informasi hanya yang kita sukai dari layar membuat komunikasi pasif kita makin kuat. Tidak heran kalau kemampuan public speaking anak-anak kita menurun dibanding saat kita seusia mereka. Jangankan anak-anak, kita bahkan sering kikuk bicara dengan keluarga di rumah sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline