Graecia melempar pandang ke cakrawala dari teras asramanya. Langit mendung khas November. Sebentar lagi akan hujan gerimis, rintik, tapi takkan deras. Hujan air takpernah deras di Thessaloniki, tapi hujan salju di Januari akan bertubi-tubi walau taksampai memaksa orang mendekam diri.
Setelah melirik sekilas arlojinya-memastikan dia tidak terlambat, Graecia melangkahkan kaki ke kampus yang berjarak hanya sepelemparan baru. Dibukanya reslesting jaket. Mendung tampak tak menjadikan cuaca menjadi dingin, malahan agak panas.
Graecia memutar pikiran dari relung ingatannya yang memunculkan kepingan saat dia membacakan kisah mitologi Pandóra dan menafsirkan moralitasnya dengan intelektualitas tinggi tentang kepercayaan, bencana, dan harapan.
Tugas dari Professor Ariadne yang harus dibaca dan ditafsirkan di kelas hari ini pun mudah. Tiga mitologi paling terkenal bisa dipilih mahasiswa dari Íkaros kai Daídalos, Thiseas kai Minotauros, sampai Médousa.
Graecia yakin banyak temannya memilih Médousa dan mengaitkannya dengan seksualitas dan seksisme sebab di jurusan Sastra Yunani mayoritas mahasiswanya perempuan. Graecia memilih Íkaros kai Daídalos.
Íkaros terbang dengan sayap bulu yang direkatkan ke lilin buatan ayahnya Daídalos. Namun karena terbang terlalu dekat dengan matahari, sayap lilin Íkaros meleleh. Dia jatuh ke hamparan air hijau Laut Aegea dan mati tenggelam.
Piece of cake! Graecia mengulum senyum, yakin kalau tafsiran sastranya kali ini bakal memukau lagi.
Pukul delapan tepat kelas dimulai dan Profesor Ariadne minta Graecia jadi yang pertama membaca dan menafsirkan. Graecia mengangguk, "Baik, Profesor."
"... Íkaros bersemangat akan kebebasannya dari belenggu penjara Raja Minos. Dan kebebasan itu harus dibayar mahal dengan nyawanya. Apakah Ikaros menyesal? Saya pikir tidak.
Kebebasan mutlak diperjuangkan bahkan dengan nyawa. Dari situlah hak kita sebagai manusia merdeka dapat terpenuhi," Graecia mengembangkan senyum dan membinarkan matanya setelah selesai membaca dan menafsirkan tanpa jeda sedetik pun.
Profesor Ariadne memandang seisi kelas, "Ada yang ingin menanggapi?"