"Assalamualaikum!"Cici masuk rumah setelah melepas sepatu dan menaruhnya ke rak di samping pintu.
Ibu yang sedang merajang bawang menjawab walaikumsalam dari dapur.
Cici lalu menaruh tas di kamar dan mengganti seragamnya dengan kaus bercelana panjang.
"Ci, mau buka puasa pakai apa?" Ibu datang menghampiri Cici ke kamar. "Telur dadar, nasi goreng, atau sup jagung? Es tehnya sudah di meja makan, tuh."
"Nasi goreng telur dadar saja, Bu." Cici mendongak melihat jam dinding. Lima menit lagi jam dua belas siang, saatnya buka puasa.
Ibu ke dapur lagi dan Cici mendongak melihat detak jam dinding di kamarnya sembari memikirkan alat mewarnai milik Lia teman sekelasnya.
Gadis cilik sembilan tahun yang duduk di kelas tiga itu masih mengingat ada spidol, krayon, cat air, dan pensil warna dalam satu wadah besar. Namanya Art Set.
Hari ini ada Pesantren Ramadan di sekolah. Murid kelas satu dan dua berkegiatan menghapal surat pendek, doa-doa harian, dan menyanyikan lagu-lagu Islami. Sedangan kelas tiga dan empat membuat dan mewarnai kaligrafi, juga mendengar dongeng Islami dari kakak yang diundang dari pondok pesantren dekat sekolah Cici.
Coba kalau aku punya Art Set, gambar kaligrafiku pasti bagus seperti Lia. Krayon dan pensil warna punyaku isinya cuma dua belas, tidak lengkap, Cici membatin.
"Cici, buka puasa!" panggil Ibu dari meja makan.
Cici keluar kamar tanpa menjawab panggilan ibunya, Dia lalu membaca doa berbuka puasa dan menyeruput es teh manisnya dengan lesu. Digigitnya secuil telur dadar tanpa menyantap nasi gorengnya. Dua kali Cici melihat ke arah ibunya yang sedang menyapu lantai dapur, ingin bicara, tapi malu.