Pertanyaan itu saya lontarkan kepada Kompasianer berdarah Jawa-Melayu yang menetap di Samarinda Siska Artati.
Selepas subuh dua hari lalu Mbak Siska mengabari saya tentang nominasi Kompasiana Awards, yang biasa kami singkat jadi K-Awards.
Berturut-turut datang pesan serupa dari Kompasianer cerpenis Ayra Amirah dan Kompasianer pendidik berkebutuhan khusus yang juga nomine Best in Specific Interest Yuanita Kristanti.
Kaget, terkejut, bingung, dan speechless. Siapa yang nyalonin saya?!
Kemudian saya ingat Kompasianer pemenang Best in Opinion 2021 pernah mengirim screenshot yang memberi tahu kalau dia telah mencalonkan saya sebagai nominasi Best in Opinion.
Waktu itu saya anggap angin lalu saja karena alasan yang diberikan si Kompasianer kepada pengelola juga enggak banget, tentang tole dan genduk, sebutan yang saya pakai di Twitter tiap menyebut anak-anak saya.
Mana mungkin alasan itu diterima, kesannya cuma iseng dan main-main. Ternyata saya betul-betul dicalonkan di kategori Best in Opinion.
Saya jadi menduga-duga, apa karena yang mencalonkan adalah pemenang Best in Opinion tahun lalu, keterangannya tentang bakal calon nomine dianggap valid dan terpercaya? Walau ngasal dan ngawur.
Maka dari itu, pertimbangan yang saya ungkap berikut akan jadi keyakinan buat Anda semua untuk tidak memilih saya.
1. Saya amat jarang menulis di Kompasiana. Hal ini terbukti dari jumlah artikel yang hanya 345 selama empat tahun saya bergabung.
Pada 2022 ini saya bahkan sempat absen tiga bulan berturut-turut tidak menulis selama Februari-April. Bulan-bulan berikutnya hanya menghasilkan 4-5 artikel per bulannya.