Sebuah artikel yang terbit online dianggap memplagiat (menjiplak) bila kontennya memuat lebih dari 25% salin-tempel dari artikel lain yang lebih dulu tayang.
Pernah ada Kompasianer yang menyarankan saya melakukan mirroring. Dalam bahasa dia, mirroring berarti memindahkan artikel di Kompasiana ke blog pribadi. Jadi tidak perlu repot-repot menulis topik baru untuk blog pribadi ataupun Kompasiana.
Mirroring seperti itu, terutama oleh Google, tetap dianggap plagiat walau yang menulis orangnya itu-itu aja alias satu orang. Hal itu merugikan si narablog (blogger) karena blog plagiat tidak akan muncul dalam mesin pencari, pun takbisa dimonetisasi.
Kalaupun dia memindahkan artikel blognya ke Kompasiana, dia juga akan kena semprit pengelola karena jelas-jelas melanggar syarat 25% batas maksimal sebuah konten boleh melakukan salin-tempel. Kecuali, mungkin, artikel fiksi yang dibawahnya ada catatan kaki seperti, "Telah dimuat di situs bla bla."
Lalu, bagaimana dengan film? Apakah kesamaan sinopsis dan judul sudah bisa dianggap plagiat seperti halnya film Sayap-sayap Patah dengan Broken Wings yang sedang ramai dibicarakan netizen tersebut?
Panas Pendukung Dibalik Sayap-sayap Patah
Film Sayap-sayap Patah dibintangi aktor, sutradara, dan penulis skenario peraih penghargaan, yaitu Nicholas Saputra, Rudi Soedjarwo, dan Monti Tiwa. Hal itu dapat jadi tanda bahwa Sayap-sayap Payah bukan film kaleng-kaleng yang mengejar sensasi tanpa esensi.
Namun, ada nama Denny Siregar yang jadi produsernya. Denny adalah motor utama geng pendukung Jokowi dan paling dimusuhi geng oposisi garis keras dan ekstremis-radikalis Islam.
Karena itulah, sebelum film ini tayang pada 18 Agustus 2022, kedua kubu sudah sama-sama panas perang kata di media sosial.
Geng oposisi garis keras menyebut Sayap-sayap Patah adalah film propaganda karena produsernya dianggap mewakili pemerintah. Mereka taksabar menunggu film itu tayang untuk menyerang dari sisi mana Sayap-sayap Patah bisa dilumpuhkan, Syukur-syukur film "Islamophobia" itu tidak ada penontonnya.
Sementara itu, geng pendukung Jokowi garis Denny Siregar menganggap Sayap-sayap Patah adalah pengingat terorisme itu nyata dan tidak boleh diabaikan. Mereka sama tidak sabarnya menunggu Sayap-sayap Patah tayang karena merasa punya film yang menyuarakan kegetiran mereka terhadap ekstremis-radikalis.
Ferdy Sambo dan 12 Kisah Glen Anggara
Banyak yang bilang kalau momen penayangan Sayap-sayap Patah tidak pas karena beredar saat kasus Ferdy Sambo mencuat. Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian turun drastis karena kemewahan, kekuasaan, dan perlakuan istimewa petinggi kepolisian.