Bila merujuk pada kantor berita Reuters dan Pew Research Center, generasi milenial (disebut juga Generasi Y) adalah mereka yang lahir tahun 1981-1996.
Sedangkan menurut lembaga nonprofit National Public Radio di Washington, milenial adalah mereka yang lahir pada 1980-2000 (yang lalu dimasukkan ke Wikipedia). Kemudian bila merujuk pada media massa Indonesia, semua anak SMA dan kuliah adalah milenial.
Salah kaprah media massa mengategorikan milenial bahkan diikuti oleh Kemdikbud yang tersurat pada judul artikel "Mendidik dan Mendampingi Remaja Milenial" di situs gln.kemdikbud.go.id.
Artikel Kemdikbud tersebut dibuat pada 2019, yang artinya jika dihitung sampai tahun 2021, remaja yang dimaksud bahkan belum mencapai usia milenial termuda (25 tahun).
Saya lebih percaya kategori usia milenial dari Pew Research Center karena merekalah yang pertama kali mengelompokkannya untuk analisa target pasar marketing.
Meski sama-sama milenial karena lahir di masa pesatnya perkembangan teknologi, milenial muda (25-32 tahun) dan milenial tua (33-40 tahun) punya karakter yang berbeda dalam bekerja dan mencapai cita-cita, seperti saya tulis berikut ini,
1. Etos Kerja
Milenial muda suka bekerja cepat, efektif, efisien, mendahulukan aksi dan menomorduakan birokrasi. Mereka tidak suka rapat-rapat formal dan koordinasi berkepanjangan, apalagi membuat laporan panjang-panjang.
Sementara milenial tua masih menyukai segala jenis konsolidasi berbentuk rapat (entah online atau offline).
Mereka pun tidak keberatan berlama-lama membuat laporan detil dan panjang seusai proyek mereka selesai. Sayangnya, milenial tua juga cenderung overthinking terhadap pekerjaan dan rekan kerja sehingga mengesankan mereka lambat dalam bekerja.
2. Loyalitas
Dahulu kutu loncat (berpindah-pindah kerja) dianggap buruk karena dianggap tidak loyal terhadap pekerjaan dan perusahaan. Namun sekarang eranya kutu loncat. Milenial muda tidak akan betah bekerja lebih dari dua tahun di tempat sama jika mereka tidak dapat ilmu dan pengalaman baru.