Lihat ke Halaman Asli

Yan Okhtavianus Kalampung

Narablog, Akademisi, Peneliti.

Juang Lelaki yang Mengubah Dunia Matematika (Review Film "The Man Who Knew Infinity")

Diperbarui: 4 Maret 2024   05:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokpri

Film "The Man Who Knew Infinity" merupakan sebuah biopik yang mengisahkan kehidupan Srinivasa Ramanujan, seorang matematikawan jenius asal India yang karyanya telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam teori bilangan dan fungsi matematika. 

Dirilis pada tahun 2015, film ini disutradarai oleh Matthew Brown dan dibintangi oleh Dev Patel sebagai Ramanujan dan Jeremy Irons sebagai G.H. Hardy, seorang profesor di Universitas Cambridge yang menjadi mentor bagi Ramanujan.

Tulisan ini akan menggali lebih dalam tentang film tersebut, mulai dari sinopsis, analisis karakter, hingga dampaknya terhadap penonton dan dunia matematika.

Sinopsis

"The Man Who Knew Infinity" mengikuti perjalanan hidup Ramanujan dari kehidupannya di Madras (sekarang Chennai), India, di mana ia menghadapi kemiskinan dan diskriminasi, hingga perjalanannya ke Cambridge, Inggris, untuk bekerja dengan Hardy. 

Meski tanpa pendidikan formal yang memadai dalam matematika, Ramanujan memiliki keahlian luar biasa dalam teori bilangan, yang memungkinkannya untuk mengembangkan teori-teori baru yang revolusioner.

Srinivasa Ramanujan, meskipun seorang jenius matematika, menghadapi berbagai hambatan sepanjang hidupnya, baik secara pribadi maupun profesional. Hambatan-hambatan ini tidak hanya bersumber dari kemiskinan dan keterbatasan akses ke pendidikan formal yang layak, tetapi juga dari tantangan budaya dan institusional yang dia hadapi saat berusaha untuk mendapatkan pengakuan atas karyanya. Berikut adalah beberapa hambatan utama yang dialami oleh Ramanujan:

1. Kemiskinan dan Akses Terbatas pada Pendidikan

Ramanujan lahir dan dibesarkan dalam kondisi kemiskinan di India Selatan. Aksesnya ke pendidikan formal, khususnya pendidikan lanjutan dalam matematika, sangat terbatas. 

Meskipun dia menunjukkan bakat luar biasa sejak usia muda, keadaan ekonomi keluarganya dan kurangnya sumber daya pendidikan membatasi kemampuannya untuk berkembang secara akademis dalam cara yang lebih tradisional.

2. Diskriminasi dan Isolasi Akademis

Ketika Ramanujan mencoba untuk membagikan hasil kerjanya dengan akademisi lokal dan di Inggris, dia sering kali diabaikan atau ditolak karena tidak memiliki latar belakang pendidikan formal yang standar dan karena prasangka terhadap asal-usulnya. 

Dia mengalami kesulitan untuk diterima oleh komunitas matematika yang pada saat itu didominasi oleh Eropa, yang sering kali skeptis terhadap karyanya karena cara pendekatannya yang tidak konvensional dan kurangnya bukti formal dalam beberapa teoremanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline