Di era globalisasi dan digitalisasi, akses internet telah menjadi kebutuhan dasar bagi sebagian besar masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui berbagai program telah berusaha memperluas akses internet cepat hingga ke pelosok desa dengan harapan dapat membawa kemajuan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Namun, realitas yang terjadi di lapangan sering kali jauh dari harapan. Internet cepat di desa, tanpa disertai literasi digital yang memadai, tidak selalu membawa kemajuan. Malah, dalam beberapa kasus, kehadirannya dapat membawa dampak negatif bagi masyarakat.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memang membawa banyak manfaat, seperti memudahkan akses informasi, pendidikan, dan peluang ekonomi. Namun, tanpa literasi digital yang mumpuni, masyarakat desa bisa terjebak dalam berbagai permasalahan seperti hoax, penipuan online, cyberbullying, hingga radikalisme.
Fakta ini menunjukkan bahwa keberadaan internet cepat saja tidak cukup untuk mewujudkan kemajuan di desa.
Dampak Negatif Kurangnya Literasi Digital
Salah satu bukti nyata dari keburukan yang dibawa oleh internet cepat tanpa disertai literasi digital yang memadai adalah maraknya berita palsu atau hoax. Di banyak desa, informasi yang beredar melalui media sosial atau platform messaging sering kali diterima begitu saja tanpa disaring terlebih dahulu. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman, kepanikan, bahkan konflik sosial.
Selain itu, penipuan online juga menjadi masalah yang sering terjadi.
Banyak warga desa yang belum memahami sepenuhnya bagaimana transaksi online yang aman, sehingga mudah tertipu oleh penawaran-penawaran palsu yang merugikan.
Kasus seperti penjualan barang palsu, penipuan investasi, hingga skema ponzi, adalah beberapa contoh kejahatan yang sering menimpa masyarakat desa akibat kurangnya pemahaman tentang dunia digital.
Cyberbullying dan penyebaran konten negatif juga menjadi masalah serius.
Tanpa pemahaman yang cukup tentang etika berinternet, banyak pengguna internet di desa yang secara tidak sadar menjadi pelaku atau korban dari cyberbullying.
Konten negatif seperti pornografi dan kekerasan juga mudah diakses oleh anak-anak dan remaja, yang dapat membahayakan perkembangan psikologis dan moral mereka.