Dalam masyarakat, pernikahan sering dianggap sebagai tahapan kehidupan yang wajib dilalui oleh setiap individu. Pandangan ini sudah begitu melekat dan menjadi norma sosial yang kuat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, pandangan tersebut mulai bergeser, terlepas dari berbagai ajaran moral yang datang dari budaya dan agama.
Pernikahan, yang dulu dianggap sebagai sebuah kewajiban, kini mulai dipandang sebagai pilihan hidup. Bukan berarti menikah menjadi sesuatu yang negatif, tetapi lebih kepada pemahaman bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk menentukan jalannya hidup, termasuk dalam hal memilih untuk menikah atau tidak.
Mari kita mulai dengan pertanyaan mendasar:
Apa tujuan Anda dalam hidup?
Apakah untuk menemukan pasangan dan membina keluarga?
Atau apakah Anda memiliki visi lain yang ingin dikejar?
Jawaban atas pertanyaan ini sangatlah subjektif dan berbeda-beda untuk setiap individu.
Bagi sebagian orang, menikah adalah salah satu tujuan hidup utama mereka. Mereka melihat pernikahan sebagai wadah untuk mengembangkan cinta, membangun keluarga, dan melanjutkan keturunan.
Namun, bagi yang lain, menikah mungkin bukan prioritas utama. Mereka mungkin lebih fokus pada karir, pengembangan diri, atau mungkin memiliki kebebasan untuk menjalani kehidupan sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah. Setiap pilihan hidup memiliki nilai dan konsekuensinya masing-masing. Bagi yang memilih untuk menikah, mereka akan mengalami kebahagiaan, tantangan, dan pelajaran hidup yang datang bersama dengan membangun hubungan yang komitmen dan mendalam.