Lihat ke Halaman Asli

Yan Okhtavianus Kalampung

Narablog, Akademisi, Peneliti.

Melampaui Kepahitan Hidup, Belajar dari Helen Keller

Diperbarui: 28 Agustus 2020   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : hki.org (Helen Keller International)

Aku bahagia sepanjang hari

karena pendidikan telah menghadirkan

cahaya dan musik dalam jiwaku.

(Helen Keller)

Sungguh seram membayangkan seseorang yang tak bisa melihat (tunanetra), tak bisa bicara (tunawicara), tak bisa mendengar (tunarungu). Tiap yang masih memiliki kemampuan inderawi itu, pasti akan sangat sulit membayangkan bagaimana menjalani waktu demi waktu.

Dunia begitu gelap sekaligus hening. Orang lain tak bisa memahami apa yang disampaikan. Kalau mungkin semenjak lahir sudah begitu, maka akan lain ceritanya.

Namun ini yang terjadi pada diri Helen Keller adalah dia diserang penyakit penyempitan otak akut pada usia yang masih sangat muda.

Helen Keller adalah penulis terkenal dari Amerika Serikat. Kedua belas buku yang ditulisnya itu sangat populer bahkan beberapa di antaranya menjadi literatur penting di Amerika Serikat. 

Walaupun sejak umur 18 bulan ia mengalami kondisi disabilitas yang bertubi-tubi itu, dalam waktu beranjak dewasa Helen bisa menguasai Bahasa Perancis, Jerman, Yunani dan Latin.

Dia menjadi tuna rungu dan tuna netra pertama yang lulus Universitas Harvard. Sepanjang hidupnya, Helen banyak bekerja untuk  kemanusiaan dan bersuara untuk kepentingan banyak orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline