Lihat ke Halaman Asli

Daerah 3T dalam Ideologi Pembangunanisme Pendidikan dan Perananan Ilmu Sosial

Diperbarui: 13 November 2015   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

  1. Masyarakat Indonesia sebagai Masyarakat Kepulauan

Tulisan ini sengaja dimulai dengan membahas sedikit mengenai negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Istilah dari “Sabang sampai Merauke” merupakan istilah yang sudah lasim namun tetap relevan dan selalu diucapkan dalam berbagai seremoni di negara ini. Istilah ini mengindikasikan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Terdapat lima pulau besar di Indonesia, yaitu: Sumatera dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas 132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas 593.406 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi dan Papua dengan luas 421.981. Selain lima pulau besar ini, sebagian besar masyarakat Indonesia juga tersebar di pulau-pulau kecil (Watloly Aholiab, 2013).

Secara demografis, penduduk Indonesia terdiri dari dua kelompok besar. Suku Melayu merupakan suku yang kebanyakan berada di bagian barat Indonesia dan suku Papua sebagai suku yang berada di bagian Timur Indonesia. Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengakui dirinya sebagai kelompok suku yang berbasis kepulauan dengan aneka tradisi, budaya, bahasa, asal daerah, pengaruh mashab pemikiran, paham kosmologi dan filosofisnya yang beragam. Pengakuan seperti ini mengantarkan masyarakat Indonesia pada sebuah pembangunan yang harus dilakukan secara merata dengan memperhatikan keberagaman tersebut.

Masyarakat kepulaun berbeda dengan masyarakat pulau. Masyarakat pulau (island society) adalah sebuah kategori sosial yang hidup dalam satu daratan dan pulau atau benua yang tunggal. Sedangkan masyarakat kepulauan (archipelago society) hidup di bebagai pulau yang beraneka ragam, di mana lautan merupakan jalan pemersatu. Archipelago menandakan bahwa wilayah laut kepulauan Indonesia yang luas, membawa dampak kekuasaan dan kemakmuran yang besar kepada bangsa dan negara ini. Dampak kemakmuran kekuasaan itu mesti dihargai dengan pembangunan secara menyeluruh dan bukan sebagian saja. Penghargaan itu bukan menjadi kewajiban, tetapi hak yang harus diberikan kepada masyarakat Indonesia yang masih tergolong daerah 3T.

Masyarakat kepulauan (archipelago society) banyak dijumpai di wilayah pulau-pulau kecil dengan keanekaragam sosial budayanya yang tinggi. Bagi masyarakat ini, kepulauan adalah indentitas diri, bukan ruang alami yang kosong. Daratan pulaunya dan alam laut kepulauannya merupakan totalitas eksistensi dirinya (Watloly Aholiab, 2013). Kekayaan alam darat dan laut turut berdampak bagi kemakmuran dan kekuasaan negara ini. Namun sangat disayangkan, sebagai besar pulau-pulau yang tersebar di seluruh nusantara ini seakan “terlupakan”. Negara ini seakan lupa bahwa pulau-pulau itulah yang membentuk kekuatan bagi kemajuan negara ini.

  1. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T)

Dalam dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 07/PER/M-PDT/III/2007, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Pengertian ini memiliki tiga kata kunci yang perlu diperhatikan. Pertama, daerah kabupaten bukan daerah yang bernomenklatur kota. Kedua, masyarakat dan wilayah, dua aspek ini dirinci kedalam enam kriteria pokok ketertinggalan yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Ketiga, relatif dalam skala nasional, daerah yang tergolong dalam kumpulan daerah 3T merupakan daerah yang telah didata dan diperbandingkan secara relatif dengan seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia (kompas, 5 Juli 2011 "Membangun Asa di Daerah Tertinggal").

Daerah tertinggal, terdepan dan terluar, sebuah istilah yang seakan mendiskriminasikan daerah-daerah yang belum mengalami kemajuan justru harus dipikul. Pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah juga belum secara merata mengena daerah-daerah 3T ini. Sekalipun dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) telah ditetapkan sebelas prioritas nasional yang salah satunya adalah "Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik". Namun, hingga saat ini pembangunan hanya terpusat di kota-kota besar saja. Hal ini sangat bertolak belakang dengan amanat pembangunan nasional, secara khusus pembangunan manusia Indonesia yang secara utuh dilaksanakan di seluruh tanah air. Kesenjangan pembangunan itu masih cukup tinggi, baik pembangunan infrastruktur, pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.

Kesenjangan pembangunan ini akan berakibat fatal bagi perkembangan masyarakat Indonesia, khusunya masyarakat di daerah 3T. Padahal tujuan dari arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal adalah untuk melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengatasi ketertinggalan pembangunannya dari daerah yang lain.

  1. Ideologi Pembangunanisme Pendidikan

Dalam tulisan ini, ideologi diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, pandangan, kesadaran, selera, atau nilai serta kecenderungan umum yang berpihak pada kepentingan sosial tertentu, dengan atau pun tanpa disadari pihak-pihak yang bersangkutan (Ariel Haryanto, 2006). Selain pengertian diatas, ideologi juga dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu sistim gagasan yang menyetujui seperangkat norma. Artinya, apabila norma menetapkan orang untuk berperilaku baik, maka ideologi menjelaskan mengapa harus bertindak demikian dan mengapa orang sering gagal bertindak sebagaimana seharusnya.  

Penggunaan kata ideologi sudah dipakai sejak saman Orde Baru dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Karena itu tidak heran apabila menjumpai pengembangan dunia ilmu sosial secara stabil dan dengan corak ideologi tertentu. Masyarakat masa kini telah mengalami perubahan besar-besaran dalam berbagai bidang termasuk ideologi, dalam keadaan demikian, beberapa ideologi saling berlaga untuk mencapai kedudukan dominan. Ideologi itu sendiri dapat dijumpai dengan berbagai nama, salah satunya ialah Pembangunanisme yang sangat populer.

Pembangunanisme merupakan salah satu diantara dua ideologi (Marxis dan Islamis) yang turut mewarnai pemerintahan Oder Baru. Prioritas pembangunan saman pemerintahan Orde baru lebih difokuskan pada pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, pertambahan pendidikan formal, perluasan infrastruktur dan kerjasama dengan kekuatan kapitalisme global. Ideologi pembangunan menjadi satu-satunya yang bertahan selama 30 tahun atau lebih. Peranan ilmu sosial saat itu dituntut untuk tunduk dan mengabdi kepada ideologi ini. Semua kegiatan resmi dan publik berlangsung dalam kerangka pemikiran tunggal yakni: dalam rangka pembangunan (Ariel Haryanto, 2006).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline