Lihat ke Halaman Asli

Munir Sara

TERVERIFIKASI

Yakin Usaha Sampai

Tumben CSIS Kritik Rezim Ekonomi Jokowi

Diperbarui: 11 Juli 2022   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (foto : istimewa)

Saya mengernyitkan kening, kala membaca opini peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deny Friawan di Media Indonesia dengan judul MENGATASI APBN BESAR PASAK DARI TIANG. Seutuhnya, opini tersebut kritis, tapi belum tentu juga benar.

Soal belanja APBN yang besar, belum tentu juga salah, karena APBN kita menganut rezim keuangan defisit. Lain perkara bila kita menganut rezim keuangan proporsional (defisit nol), atau rezim surplus.

Masing-masing rezim keuangan tersebut punya kelemahannya. Dan sejak 1998, kita menganut rezim keuangan defisit.

Rezim keuangan defisit meniscayakan belanja selalu lebih besar dari penerimaan. Oleh sebab itu, defisit APBN sudah direncanakan sejak semula APBN dibahas--berikut pembiayaan dan pengendalian risiko.

Karena konsekuensi dari rezim keuangan defisit---spending > revenues, maka itu selaras dengan struktur PDB kita yang bertumpu pada konsumsi, dengan share to GDP di atas 50%.

Dalil yang paling sering digunakan adalah, dengan adanya konsumsi, terutama belanja modal/capital expenditures, maka selain aset pemerintah bertambah, juga terjadi investasi di sektor produktif jangka panjang seperti pembangunan jalan, bandara, jembatan dll.

Tentu saja, Return on Investment dari berbagai infrastruktur itu membutuhkan waktu lama hingga BEP/Break Even Point, demikian juga kadangkala terjadi lack of utility.

Kendatipun demikian, konsekuensi dari bertambah jumlah penduduk, economic size yang kian besar, membutuhkan investasi di sektor produktif dimaksud. Karena idealnya semua proyek tersebut memiliki feasibility study dan profiling business.

Karena terus bertambah jumlah penduduk, economic size yang terus melebar, maka rezim keuangan yang tepat, adalah rezim keuangan defisit. Karena defisit APBN adalah konsekuensi dari ekspansi fiskal per se.

Sebaliknya bila menggunakan rezim keuangan surplus atau proporsional, tidak selaras dengan kecenderungan economic size yang kian besar dan jumlah penduduk RI yang kian banyak yang meniscayakan kebutuhan infrastruktur ekonomi kian tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline