Normalisasi moneter The Fed dan negara ekonomi utama, ternyata punya efek rusak terhadap emerging countries. Alih-alih melonggar, The Fed malah akan mengerek Fed Fund Rate 3 kali lagi hingga akhir 2022
Dari sisi moneter, secara teori, pertanyaannya adalah, apakah BI berada pada stand behind the curve atau stay ahead the curve?
Tentu saja adjustment policy BI secara moneter akan responsif terhadap The Fed fund rate, tapi tidak dalam posisi mengikuti arus FFR secara serta merta !
BI akan melakukan adjustment policy, dengan melihat berbagai indikator makro dan kondisi fundamental.
Dan menurut saya, BI akan melihat seberapa besar inflasi aktual, naraca perdagangan, kurs rupiah, pasar modal, dan kinerja fiskal.
Dalam laporan sebelumnya, inflasi umum 3,47% (yoy) dengan tingkat deviasi dari asumsi makro 0,47%. Perkiraan BI dan otoritas fiskal, inflasi akan berada di 4%.
Bila terlampaui, maka kebijakan suku bunga BI akan terkerek. Konsensus menyebut, bila inflasi 4,5%, maka suku bunga bisa terkerek 25 bps.
Namun beberapa hari ini, BI memberikan signal, bahwa kebijakan moneter masih cenderung dovish. Basis asumsi itu berdasarkan keyakinan BI pada fundamental ekonomi RI
Kendatipun dalam RDG BI sebelumnya, BI 7-Day Repo Rate (BI7DRR) tetap 3,5%, namun GWM rupiah akan terus dikerek ke 9%. Namun BI akan tetap melakukan mitigasi dengan kebijakan makroprudensial seperti Countercyclical Capital Buffer (CCyB) dll.
Selanjutnya, dari sisi kurs, meski dalam seminggu ini agak keok terhadap USD, namun masih dalam tren mengutan.