Dalam paparannya pada 31 Mei 2021 di gedung DPR RI, Kementerian Investasi, sampaikan, realisasi investasi pada Kuartal-1 2021 adalah Rp.219,7 triliun. Tumbuh positif 3,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar Rp. 210,7 triliun. Pada tahun 2020 realisasi investasi juga lampaui target.
Secara angka, realisasi investasi Q-1 dengan pertumbuhan 3,4% di era Pandemi Covid-19 terbilang bagus, disaat pertumbuhan ekonomi kita masih minus 0,75% pada Q-1 2021. Namun pertanyaannya, realisasi investasi ini multiplier effect lari kemana? Apakah berdampak ke sektor padat karya atau menumpuk di sektor padat modal?
Kami mencatat rilis BPS terbaru di tahun 2021, dimana pengangguran akibat PHK dll karena Covid-19 adalah 1,62 juta orang. Artinya, 1,62 juta orang ini tidak berpendapatan dan rentan miskin. Apalagi bila terjadi inflasi. Persoalannya, realisasi investasi Rp.219,7 triliun ini apakah menyasar ke sektor riil/padat karya sehingga mengakomodir 1,62 juta orang yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19?
Dalam rilis Menteri Investasi pada Kuartal-1 2021, disampaikan juga bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh signifikan hingga 14%, dari Rp.98 triliun menjadi Rp.111,7 triliun, sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) turun 4,2% dari Rp.112, 7 triliun menjadi Rp.108 triliun.
Dari realisasi PMA yang meningkat 14% ini, seberapa besar kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dalam negeri? Belakangan dengan alasan investasi, banyak pekerja asing asing (TKA) China masuk ke Indonesia di musim pandemi Covid-19. Sementara dalam negeri sendiri banyak terjadi PHK. Pemerintah berdalih, masuknya para TKA China tersebut karena kebutuhan investasi.
Di media; pada 28 Mei 2021, Menteri Investasi sendiri mengatakan, masuknya ratusan TKA China ke Indonesia menandakan investasi makin besar. Apakah pernyataan itu tidak salah? Justru makin besar investasi, idealnya menyerap tenaga kerja dalam negeri, baik buruh kasar maupun tenaga ahli untuk sektor padat dan padat teknologi.
Kalau kita lihat data investasi langsung asing (FDI), aliran FDI paling besar di sektor industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya senilai US$ 1.7 juta dari 441 proyek. Dari 441 proyek ini seberapa besar mendorong PDB riil kita, sehingga menekan tingkat pengangguran akibat Covid-19?
Dari keseluruhan kegiatan ekonomi kita dalam PDB nasional berdasarkan lapangan usaha menurut data BPS, sektor pertambangan dan industri olahan kontribusinya terhadap PDB masih negatif/minus. Sektor pertambangan -2,02% (y-on-y), sementara sektor industri olahan -1,38% (y-on-y).
Kendatipun FDI di sektor pertambangan jauh lebih besar dari sektor lainnya, namun belum mampu mendorong sektor industri olahan keluar dari zona kontraksi (negatif) dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha. Artinya, pertumbuhan investasi 3,4% di Q-1 2021, belum benar-benar menyasar ke sektor produktif yang memiliki bobot pemberat pada PDB.
Jadi pak menteri Bahlil, jangan berpuas diri dulu dengan angka realisasi investasi, karena investasi di dua sektor ini kontribusinya masih minus terhadap PDB selama pandemi Covid-19. Kita berharap, realisasi investasi tersebut punya multiplier effect terhadap ekonomi riil. Bukan cuma di atas kertas !
Meskipun bila kita telaah lebih jauh, sektor industri olahan ini merupakan urat nadi perekonomian nasional yang selama ini berkontribusi paling besar terhadap PDB sebesar 19% dan berkontribusi sebesar 15% terhadap total tenaga kerja nasional (sebelum Covid-19).