Lihat ke Halaman Asli

Munir Sara

TERVERIFIKASI

Yakin Usaha Sampai

Serial Pendek; Ahok Diantara Haji Lulung dan M Taufik

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1426467889859301900

[caption id="attachment_355653" align="aligncenter" width="480" caption="Serial Pendek; Ahok diantara Haji Lulung dan M Taufik (gbr : ms doc)"][/caption]

Jakarta makin tak jelas, DPRD dan Gubernur DKI saling menyandera. Persoalan APBD DKI 2015 tak berujung. Gubernur Ahok mencurigai DPRD, bahwa ada dana siluman dalam APBD 2015. Gubernur Ahok dan DPRD, akhirnya saling menguliti (baca blog saya : http://lewotanahnubanara.blogspot.com/2015/03/serial-pendek-ahok-diantara-haji-lulung.html#more.)

Karena kecurigaan itu, Ahok keukeuh memberikan APBD versinya ke Mendagri untuk disahkan. Mendagri menolak APBD versi Gubernur Ahok, karena bukan hasil pembahasan dengan DPRD. Ahok lalu mendidih, meneriaki dewan maling.

Oleh DPRD DKI, Ahok dituduh melanggar UU, karena UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, mengharuskan RAPBD dibahas Pemda
bersama DPRD. Atas dasar UU ini, DPRD balik menuduh Ahok sewenang-wenang dan melawan UU. Mediasi Mendagri pun bubar, setelah kedua pihak terlibat debat kusir dalam rapat mediasi.

Underestimate yang terlampau keras terhadap DPRD, menyebabkan Ahok berang, ketika nomenklatur RAPBD diotak-atik DPRD. Bagi DPRD, itu sah-sah saja, ada ruang UU yang memberikan kesempatan DPRD memanfaatkan hak budgeting-nya.


Ahok menuduh DPRD membajak APBD DKI 2015 dengan melokalisasi kepentingan pimpinan DPRD dalam APBD 2015 hingga mencapai Rp.12,1 triliun. Anggaran Rp.12,1 triliun ini bagi Ahok dana siluman. DPRD berkilah, tak ada dana siluman, semua prosedural dibahas melelalui mekanisme. Anggaran itu muncul dalam nomenklatur APBD, berdasarkan kesepakatan SKPD Pemda DKI dan DPRD.


Dalam rapat paripurna DPRD DKI pun Gubernur Ahok sudah berpidato menyampaikan terima kasih kepada DPRD, atas rampungnya pembahasan APBD DKI 2015. Tapi di belakang meja, Ahok sodorkan APBD versinya ke Mendagri.

Ahok merujuk padae-budgeting, sebagaitoolsyang menggaransikan belanja APBD bebas dari titip-menitip jatah anggaran politik dewan. DPRD berkilah,e-budgetinghanyatools,bukan produk hukum anggaran.DPRD menuding Ahok sudah lock ABPD DKI sebelum dibahas bersama DPRD

Karena merasa Ahok sewenang-wenang dan melanggar UU, DPRD DKI menggelar hak angket. Ahok digiring masuk ke peradilan politik. Ahok jangan merasa kuat, Gusdur yang basis sosialnya berurat-akar, bisa tercerabut sebagai presiden RI karena peradilan politik.


Ahok, Haji Lulung dan Taufik jadi objek bullydi sosial media (sosmed). Energi positif warga Jakarta terkuras hanya untuk perseteruan elit pemerintah DKI. Terjadilah blok sistem antara DPRD dan Pemda DKI. Hubungan kemitraan dua institusi negara roboh hanya karena kecurigaan yang berlebihan dari kedua pihak (Gubernur Ahok vs DPRD DKI).


Menurut saya, kalau ada indikasi pembajakan anggaran publik yang berimplikasi pada merugikan keuangan negara, maka diproses secara hukum. Jangan bikin peradilan publik. Jangan bikin peradilan media.


Tinggal dilacak aliran dananya, transaksi yang mencurigakan, dan seterusnya hingga oknum dimaksud Ahok, bisa disangkakan sebagai koruptor APBD DKI 2015. Kalau cuma blaving Ahok, kasihan DPRD yang masih bersih, ia terkena generalisasi Ahok.


Kalau ibarat kapal, sebenarnya mass media sudah terlampau sarat dengan muatan subjektifisme publik terhadap perseteruan politik di negeri ini. Dan kapal media nyaris terkaram. Tak ada lagi media edukasi. Media ibarat kakus, tempat membuang hajat. Semua yang buruk-buruk, termasuk hasut, fitnah dan saling serang dilepaskan ke media.


Kalau Gubernur DKI membiarkan persoalan ini berlarut-larut dalam opini politik, saya yakin, APBD DKI 2015 akan terbengkalai. Pembangunan DKI akan terlantar. Olehnya itu, saya sarankan, ihwal dana siluman itu digiring ke ranah hukum. Ahok mesti cari jalan tengah, rekonsiliasi dan tentu tidak melanggar aturan main, dan dalam koridor yang bersih.


Jangan memainkan drama hukum tindak pidana korupsi dengan narasi politik. Akibat pertama, drama hukum ini akan kepanjangan dan disesaki episode politik. Dan kedua, drama Gubernur Ahok vs DPRD tak akan selesai. Dalam drama ini tak ada tokoh protagonist, semuanya antagonist. Ada keculasan, dandam, dan saling gergaji dalam serial pendek Ahok Diantara Haji Lulung dan M Taufik.[]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline