Lihat ke Halaman Asli

Munir Sara

TERVERIFIKASI

Yakin Usaha Sampai

Caleg Gagal, Kalah, Berlajarlah pada Indra Jaya Piliang

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini saya daur ulang, dari tulisan sebelumnya (2010).Ketika bang Indra Jaya Piliang (IJP) gagal dalam pencalegannya di tahun 2009.Ia lalu menulis sebuah buku apik tentang “kekalahan”. Buku yang meneteskan Ilham, bagi pemula seperti saya. Betapa buku itu menghangatkan batin. Bembasahi sisi-sisi batin yang kering pasca kekalahan. Apalagi bagi mereka yang kalah di pileg 2014. Buku IJP itu bukan “mengobral kenestapaan”, tapi menggali nilai dari sebuah kekalahan yang pahit.

------------------------------------------------------- Memoar IJP

Jakarta (April 11, 2010 at 11:07am) -Malam itu sedikit letih, karena "ngebut" membuat beberapa artikel. Meskipun letih, saya tetap keukeuh mengikuti lounching dua buah buku Bang Indra Jaya Piliang yang dilangsungkan di Jakarta Media Center (JMC) Kebun Siri Jakarta Pusat.

Hujan deras di wilayah Jakarta Timur, tak menyurutkan niat saya. Setibanya dengan bus way di Matraman, terpaksa beralih menumpang Ojek. Biar lebih cepat dan tidak terjebak macet wilayah Matraman dan Tugu Tani.

Meskipun sempat "nyasar" beberapa kali, akhirnya tiba juga di JMC. Bahkan, saya adalah salah satu diantara tetamu dan undangan yang hadir lebih dahulu di JMC.

Saya melihat langsung Bang Indra pertama kali di malam itu. Sebab selama ini cuma melihat tampangnya di layar kaca. Penampilannya "parlente". Berbaju batik dan celana jeans hitam. Rokok Sampoerna-nya "mati bakar", alias sambung terus.

Diawal acara peluncuran buku itu, Bang Indra membacakan pidato, dan diakhiri dengan puisi. Isi pidato dan puisi sebahagian besar mewakili seluruh napak tilas kehidupannya.Hidup yang dipenuh--sesaki onak dan duri ketika menapaki Jakarta. Pidato IJP itu mengulik batin saya. Ketika itu, lagi susah-susahnya hidup di Jakarta.

Dalam pidatonya, IJP mengurai, satu persatu rekam jejak hidupnya. Memulai dari tukang sate, Office Boy, analis politik dalam negeri (di CSIS). Artikelis, hingga menjadi calon anggota legislatif dari partai Golkar 2009 (gagal terpilih). Siklus jalan hidupnya itu, teramu dalam suatu tulisan reflektif yang mengalir dan renyah, menjadi suatu memoar yang mengilhamkan.

Malam itu saya merasa, tak semua orang bisa menulis kegagalannya sebagai suatu refleksi yang menarik dan bervisi, dalam bentuk sebuah buku utuh yang penuh cita rasa keilmuan. Bang Indra menunjukkan hal yang berbeda. Bahwa kegagalan pun bisa diukir menjadi kemenangan dalam perspektif yang jamak. Yaitu dalam bentuk karya dan buah pikiran, termasuk dua buah buku yang dipersembahkannya untuk indonesia dimalam itu. "Saya kagum atasnya".

Dia mampu membingkai sebuah kegagalan dengan "tularan nilai-nilai" yang berhasil memenangi hati para pembaca "termasuk saya". Bang Indra menunjukkan bahwa kemenangan terbesar adalah kepedulian dan ketika kita mampu kembali pada nilai, setelah mereguk kekalahan. Hal senada juga diintrodusir Rizal Ramli yang hadir di JMC sebagai pembicara utama malam itu.

Bang Indra telah menyadarkan publik penulis dan pembaca, bahwa kemenangan tidak seidentik dengan suatu loncatan besar menikmati "hawa kekuasaan dan orgasme kemapanan". Tapi, kemenangan adalah kemampuan memadukan nilai dan langkah dalam konsepsi-konsepsi perjuangan yang ideal. "Terima kasih" Bang Indra, genialitasmu telah mengilhami "penulis pemula seperti saya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline