Kehadiran Djoko Susilo, mantan gubernur Akpol yang tersangkut korupsi simulator SIM ternyata berbuntut terjadinya 'tamu' di gedung KPK. Media mengartikan sebagai kepungan terhadap KPK yang dilakukan oleh Polri. Dalih yang dikemukakan adalah hendak menjemput salah satu penyidik Polri yang bertugas di KPK. Kehadiran anggota intel Polri ke gedung KPK dimaknai sebagai kepungan karena tidak ada urgensinya untuk mereka hadir di gedung KPK. Mereka seolah diperintah untuk datang dengan meninggalkan kewajibannya sebagai intel yang mempunyai tugas yang sebenarnya cukup dilakukan oleh beberapa orang, bukan banyak orang.
Kehadiran banyak anggota intel Polri dapat dimaknai sebagai teror terhadap petugas KPK yang sedang bertugas melakukan pemberantasan korupsi. Dalih yang disampaikan bahwa kehadiran mereka berkaitan dengan kasus yang pernah dilakukan oleh mantan kasatserse Polda Bengkulu menjadi serba kebetulan, kalau tidak ingin dikatakan dipaksakan. Kompol Novel Bawesdan dapat dimaknai sebagai upaya penggembosan yang dilakukan POLRI setelah gagal melakukan upaya sebelumnya, dan tidak mendapatkan simpati publik. Dengan kembali mengungkap kasus lama, dan meminta menarik anggota POLRI yang bertugas di KPK ternyata mendapatkan 'perlawanan' dari beberapa perwira POLRI untuk bertahan di KPK.
Bukan kebetulan langkah POLRI melakukan teror di gedung KPK dengan mengerahkan puluhan anggota intel dilakukan terhadap Novel yang merupakan kepala satgas penanganan korupsi simulator SIM. Tentu ada 'udang dibalik batu' atas tindakan POLRI tesebut, dari waktu kedatangan saja sudah melahirkan curiga. Mengapa mereka datang malam hari? Mengapa mereka datang bersama dengan puluhan intel? Mengapa POLRI tidak mengerahkan Brimob atau Densus 88 sehingga secara tegas bahwa POLRI sedang melakukan teror terhadap KPK? Untuk itu KPK harus segera menahan semua tersangka korupsi semulator SIM yang berasal dari POLRI. Dan KPK harus memfokuskan pemberantasan korupsi yang terjadi di lingkungann POLRI.
Teror POLRI terhadap KPK menjadi bentuk dari ketidakmauan POLRI untuk dikontrol dan seolah menempatkan dirinya sebagai institusi suci sebagai pemegang monopoli penyidikan dan penyelidikan yang selama ini tidak ada pihak yang berani menentangnya. Ketiadaan kontrol terhadap kewenangan POLRI akan melahirkan institusi yang powerfull spt pernah terjadi pada TNI ketika jaman orde baru. Segala cara sedang ditempuh oleh POLRI untuk mempertahankan 'kedaulatan' dari penggerusan pemberantasan korupsi yang di miliki KPK. Teror POLRI dapat menjadi usaha yang sesungguhnya menunjukkan kepanikan institusi tersebut, sekaligus kuatir terhadap ketegasan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Ketegasan yang tidak dimiliki oleh POLRI dengan kecil kemungkinan peluang melakukan 'negosiasi' atau kompromi yang sudah menjadi rahasia umum dapat dilakukan di tubuh POLRI. Ungkapan 'polisi tidur saja mengganggu, apalagi yang bangun' dapat mewakili kejengahan publik terhadap praktek korup yang terjadi dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh POLRI. Untuk itu KPK harus terus tegar dengan dukungan yang terus mengalir dari publik dapat menjadi terus mengungkap korupsi di tubuh POLRI. Jangan sampai berbagai masalah yang terjadi selama penanganan kasus simulator SIM membuat KPK menjadi kapok. Save KPK, save Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H